23 Januari 2009
Penemu Sirkulasi Pernapasan Ibn Al-Nafis atau Harvey?
Tulisan dalam bentuk diktat itu, merunut pada konteks waktunya, dianggap sebagai karya tulis terbaik yang merangkai secara detil topik-topik anatomi, patologi, dan fisiologi. Diktat yang belakangan diketahui sebagai karya Ibnu Al Nafis ini juga mengungkap sesuatu yang mengejutkan: deskripsi pertama di dunia mengenai sirkulasi paru-paru!
Ia menguraikan lebih jauh konsep yang dipancangkan ilmuwan sebelumnya, Galen, pada abad ke-2. Konsep sirkulasi yang dikembangkan Galen menyebut adanya 'lorong rahasia' antara dua bilik jantung. Ia menguraikan bagaimana darah mencapai bagian kanan jantung dan bergerak menuju pori-pori yang tak terlihat di cardiac septum menuju bagian kiri jantung. Di sana darah bertemu dengan udara dan membangun sebuah 'kekuatan' sebelum diedarkan ke seluruh tubuh. Menurut Galen, sistem vena merupakan bagian yang terpisah dari sistem arteri saat mereka 'kontak' dalam pori-pori tak terlihat itu.
Namun, Ibnu Al-Nafis, berdasar pengetahuannya yang mendalam terhadap anatomi, memikirkan hal yang berbeda:
"...Darah dari kamar kanan jantung harus menuju bagian kiri jantung, namun tak ada bagian apapun yang menjembatani kedua bilik itu. Sekat tipis pada jantung tidak berlubang. Dan bukan seperti apa yang dipikirkan galen, tak ada pori-pori tersembunyi di dalam jantung. Darah dari bilik kanan harus melewati vena arteriosa (arteri paru-paru) menuju paru-paru, menyebar, berbaur dengan udara, lalu menuju arteria venosa (vena paru-paru) dan menuju bilik kiri jantung dan bentuk ini merupakan spirit vital..."
Dalam buku itu dia juga mengatakan:
"Jantung hanya memiliki dua kamar...dan antara dua bagian itu sungguh tidak saling terbuka. Dan, pembedahan juga membuktikan kebohongan yang mereka ungkapkan. Sekat antara dua bilik jantung lebih tipis dari apapun. Keuntungan yang didapat dengan adanya sekat ini adalah, darah pada bilik kanan dengan mudah menuju paru-paru, bercampung dengan udara di dalam paru-paru, kemudian didorong menuju arteria venosa ke bilik kiri dari dua bilik jantung..."
Mengenai anatomi paru-paru, Ibnu Al-Nafis menulis:
"Paru-paru terdiri dari banyak bagian, pertama adalah bronchi, kedua adalah cabang-cabang arteria venosa, dan ketiga adalah cabang-cabang vena arteriosa. Ketiganya terhubung oleh jaringan daging yang berongga."
Dia menambahkan lebih detil mengenai sirkulasi paru-paru:
"... Yang diperlukan paru-paru untuk transportasi darah menuju vena arteriosa adalah keenceran dan kehangatan pada jantung. Apa yang merembes melewati pori-pori pada cabang-cabang pembuluh menuju alveoli pada paru-paru adalah demi percampurannya dengan udara, berkombinasi dengannya, dan hasilnya memjadi sesuatu yang diperlukan di bilik kiri jantung. Yang mengantar campuran itu ke bilik kiri arteria venosa."
Kontribusi lain Ibnu Al Nafis adalah bantahannya tentang nutrisi bagi jantung. Avicenna menulis makanan jantung diekstrak dari pembuluh kecil dan didorong ke dinding. Kata Al Nafis:
"... Berbeda dengan pernyataannya (Avicenna-red) bahwa darah pada bagian kanan adalah untuk memberi makanan jantung adalah tidak benar sama sekali."
Eropa terlambat memahami
Sayangnya, pengetahuan yang sungguh penting dalam dunia kedokteran ini hanya populer di dunia medis Arab. Eropa baru mengetahuinya 300 tahun kemudian, saat Andrea Alpago dari Belluno menerjemahkan karya Al nafis itu dalam bahasa Latin tahun 1547. Kemudian, Michael Servetus menjelaskan teori sirkulasi paru-paru dalam buku teologinya yang berjudul Christianismi Restitutio pada tahun 1553. Dia menulis: "...Udara dan darah bercampur dan dikirim dari paru-paru menuju jantung melalui pembuluh arteri; bagaimanapun, percampuran itu terjadi di paru-paru. Warna cerah akan diberikan paru-paru, bukan jantung."
Dan, teori Servetus ini -- yang terkesan menjiplak Al Nafis -- dieksekusi oleh Gereja karena dianggap berlawanan dengan apa yang diajarkan oleh Galen. Konsekuensinya, ia bersama bukunya dibakar. Andreas Vesalius mengikuti jejak Servetus menerangkan teori sirkulasi paru-paru. Dalam bukunya, De Fabrica, ia menulis persis seperti apa yang diuraikan Al Nafis. Pada edisi pertama buku Vesalius (1543), ia setuju dengan pendapat Galen bahwa darah dari bilik kanan menuju bilik kiri melalui sebuah sekat tipis.
Namun pada edisi keduanya, tahun 1555, ia sedikit meralatnya dengan kalimat: "Saya masih belum melihat bagaimana sekat yang sungguh tipis itu bisa mengalirkan darah dari bilik kanan menuju bilik kiri." Pendapat itu dikuatkan oleh Realdus Colombo (1559) dalam bukunya, De re Anatomica.
Penjelasan lebih rinci dikemukakan William Harvey. Pada tahun 1628 ia mendemonstrasikan langsung observasi anatomi di laboratorium hewan. Ia menjelaskan bagaimana darah berpindah dari bilik kanan, menuju paru-paru, lalu masuk ke bilik kiri jantung melalui vena paru-paru. Ia juga menunjukkan tak ada satupun pori-pori dalam sekat interventrikular jantung.
Ia menulis dalam monografnya: "Exercitatio anatomica de motu cordis et sanguinis in animalibus: Saya mulai berpikir tentang gerakan yang sangat cepat dalam lingkaran itu. Saya menemukan kebenaran bahwa darah dipompa dalam satu hentakan dari bilik kiri didistribusikan melalui pembuluh arteri ke seluruh bagian tubuh dan kembali melalui vena dan kembali ke bilik kanan, hanya setelah terkirim ke paru-paru dari bilik kanan."
Source: Republika Online
14 Januari 2009
SITUS INFOPALESTINA DIBLOKIR KELOMPOK PRO ZIONIS
Di Tepi Barat dan Jalur Gaza, penduduk Palestina disana menyampaikan kekecewaannya karena sejak Ahad (14/10/07) mereka tidak bisa mengakses situs infopalestina berbahasa Arab begitu juga dengan Forum Dialog Palestina, dikarenakan aksi pemblokiran.
Pengawas media lokal di Tepi Barat menyebutkan bahwa pemblokiran itu dalam rangkaian gerakan melawan dan mengekang kebebasan pers dengan tujuan agar berita tentang kondisi riil di lapangan dan politik di Palestina tidak terakses di kalangan masyarakat Palestina.
Di level politik misalnya, sekarang ini tengah terjadi pertemuan-pertemuan intensif antara pejabat Otoritas Palestina (OP) dengan pihak Zionis Israel. Selanjutnya kontak-kontak untuk mempersiapkan konferensi musim gugur tentang perdamaian Timur Tengah yang digagas oleh Presiden AS George Bush terus ditingkatkan.
Di lapangan, terlihat jelas aksi-aksi penangkapan dan penyanderaan yang dilakukan oleh aparat keamanan Mahmud Abbas terhadap penduduk Palestina dan lembaga-lembaga sosial lainnya, berbarengan dengan aksi-aksi penangkapan dan kejahatan yang dilakukan oleh pihak Zionis Israel kepada rakyat dan bangsa Palestina, khususnya di Tepi Barat.
Sebelumnya, aparat yang dikendalikan oleh OP di Ramallah dan pemerintah illegal yang dikendalikan Salam Fayyadh, telah melakukan langkah-langkah yang tujuannya untuk mengekang kebebasan pers, seperti kebijakan yang mengekang kepada televisi pemerintah dan koran harian.
Dalam perkembangan terbaru, pengekangan itu sampai pada batas menekan kepada kampus-kampus di Palestina untuk melarang mahasiswanya mengakses situs-situs berita dan informasi yang mendukung konsep perlawanan total yang bertolak belakang dengan konsep yang dianut pemerintahan di Tepi Barat. Pihak manajemen kampus Universitas an-Najah di Nablus yang dekat dengan OP misalnya, baru-baru ini melarang mengakses sejumlah website karena latarbelakang seperti itu. Termasuk dua situs, palestine-info.info/ar (infopalestina yang berbahasa Arab) dan paldf.net/forum (forum dialog Palestina). Langkah baru ini tentunya membuat para mahasiswa dan gerakan-gerakan aksi kemahasiswaan lainnya mengecam langkah sembrono tersebut.
Sekedar info saja, bahwa situs Pusat Informasi Palestina di internet ini termasuk website informasi Palestina yang paling top dan jaringannya paling luas. Situs ini diperluas sampai delapan bahasa, yaitu Arab, Inggris, Perancis, Melayu (Indonesia, Malaysia, Brunei, red), Urdu, Persia, Turki dan Rusia. Situs ini mempersembahkan materi-materi berita yang di update duapuluh empat jam, ditambah kolom-kolom lain seperti laporan, berita lapangan, analisa dan kolom-kolom lainnya.
Dan ini bukanlah yang pertama kali dialami oleh situs Pusat Informasi Palestina ini, atau Forum Dialog Palestina yang merupakan channel forum yang sangat efektif, serta situs-situs Palestina lainnya diserang dengan cara blokir atau serangan hacker. Tapi dengan kerja profesional situs-situs yang diblokir itu kembali beraktifitas dan mendapatkan dukungan luas dari masyarakat. (AMRais/infopalestina/fn)
(www.kispa.org)
Efek Domino Pembantaian Di Gaza
Semua actor utama drama ini—Israel, Mesir, Otoritas Palestina, Arab Saudia, Uni Eropa dan AS—harus kembali memikirkan kembali kebijakannya.
Realita yang paling mengenaskan tentang 1,5 warga Gaza—yang telah berkurang dengan sangat drastis, karena agresi militer Israel—adalah mereka tak akan pernah mau lagi terkurung. Gaza harus bernafas, berdagang, disuplai dengan kebutuhan pokok, dan hidup dengan normal. Jika Mesir, di bawah tekanan Israel dan AS, terus melakukan kontrol akan Gaza sekali lagi, kondisi ini niscaya akan memicu huru-hara di Kairo, dan bukan tak mungkin melengserkan Presiden Hosni Mubarak. Sekarang Mesir berada dalam situasi simalakama antara Israel-AS dan Palestina.
Sebaliknya, Israel sendiri tak akan lagi bisa mendominasi dan mengendalikan semua aspek kehidupan di Gaza. Situasi ini, jika Mesir mau berpikir, akan membuat Mesir di atas angin.
Jika saja negeri ini bisa menaklukan ketakutannya terhadap AS-Israel, maka Mesir mempunyai kesempatan besar untuk memperbaiki citranya di mata bangsa Arab.
Syaratnya hanya satu, Mesir memberikan jalan kebebasan kepada warga Gaza. Artinya, Mesir mengambil kontrol penuh akan perbatasan Rafah, dan berhubungan langsung dengan Hamas. Lebih jauh, Mesir harus menjadi pembela rakyat Gaza. Infrastruktur Gaza, hancur oleh Israel, harus kembali dibangun. Dan membangun Gaza dari reruntuhan kematian saat ini akan menawarkan racun yang dibuat mereka selama ini—terutama akan membuat Ikhwan menurunkan tensi tekanannya pada Mubarak.
Arab Saudi juga mempunyai peranan besar dalam periode ini. Mereka, dengan kekuatan uangnya yang berlimpah bisa menjadi sponsor utama pembangunan kembali kota Gaza. Mereka harus membujuk Eropa dan AS—dan Israel yang kurang ajar—jika ada perdamaian di tanah Arab, maka Hamas pun ambil bagian. Ini mungkin berita buruk untuk Mahmud Abbas, Presiden Otoritas Palestina beserta Perdana Menterinya, Salam Feyyad. Mereka sudah gagal dalam mewakili rakyat Palestina.
Boikot terhadap Hamas—dipaksakan oleh Israel dan AS dan diterima secara pengecut oleh Eropa setelah Hamas memenangkan pemilu tahun 2006—adalah sebuah kebodohan politik. Para diplomat Uni Eropa tidak bisa lagi berkata apa-apa tentang Hamas. Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak mengatakan, “Hamas membuat kami menyuruh mereka bicara ketika dalam penjara.” Barak adalah yang pertama mengusulkan Gaza diubah menjadi kelaparan.
Dengan semua kejadian ini, Israel sudah menderita kekalahan strategi dan politik. Aksi kolektif Yahudi terhadap Palestina sudah menjelma menjadi "Palestina tak akan menyerah", dan akan terus melawan. Sebaliknya, citra mereka di mata internasional sudah sangat jelas; keji, amoral dan merusak semua hukum internasional. Sekarang mereka berhadap dengan Hamas, vis-à-vis, sesuatu yang mereka takutkan—sama menakutkannya dengan peristiwa 34 hari Perang Lebanon pada 2006 silam. Dua aktor utama ini—Hamas dan Hizbullah—menantang Israel dengan strategi perang dua arah. Strategi mereka sederhana; kalian sudah menghajar kami, kami akan menghajar kalian!
Sampai saat ini, Israel masih percaya bahwa Palestina akan menyerah, jika Israel membunuh lebih banyak lagi. Tahun 2006-2007, Israel sudah membunuh 800 warga Palestina, 126 di antaranya anak-anak. Dan sejak tahun 2004, hanya 7 orang Israel yang tewas akibat roket yang diluncurkan dari Gaza.
Selama 20 tahun, Hamas menawari Israel untuk gencatan senjata, dengan syarat, Israel harus emnarik diri dari gaza dan Tepi Barat. Hamas juga bersikeras agar Israel membuka perbatasan dan melepaskan para anggota parlemen Hamas dari penjara. Israel jauh dari setuju akan tawaran ini. Mereka masih saja percaya, serangan brutal akan mengubah warga Palestina. Dan sekali lagi, untuk kesekian kalinya, Israel salah.
(www.eramuslim.com)
10 Januari 2009
Masjid Agung Lumpur Bersahaja Kota Djenne
Djenne, itu nama sebuah kota tertua di sub-Sahara Afrika. Terletak di kawasan lahan banjir yang dilintasi dua sungai, yakni Niger dan Bani. Namun bagi yang belum pernah bertandang ke kota berjarak 354 kilometer di barat daya Timbuktu, terutama muslim, tentu tak mengira ada sebuah masjid dengan arsitektur indah namun tak lazim, yakni Masjid Agung Djene.
Mengapa tak lazim? Bentuknya tak seperti masjid-masjid lain yang cenderung mengacu ke bentuk masjid atau bangunan di timur-tengah abad pertengahan hingga masa Kaisar Ottoman. Polos dan minim ornamen, namun justru menunjukkan jika sang ahli bangunan paham benar bagaimana menghadirkan masjid dengan nafas lokal, rendah hati, namun tidak mengurangi aura sakral dan monumental sebuah masjid agung.
Djene, selain terkenal sebagai kota perdagangan, juga dikenal sebagai kota peziarah dan pusat studi Islam. Masjid Agung itu sendiri dari awal dibangun hingga kini mendominasi alun-alun pasar utama di kota tersebut. Tradisi menuturkan, penduduk Djene memiliki masjidnya pertama kali pada tahun 1240, yang dibangun oleh Sultan Koi setelah memeluk Islam dan mengubah istananya menjadi masjid.
Sangat sedikit yang tahu dan berhasil melacak bentuk serta tampilan masjid pertama itu. Namun Sheikh Amadou, pemimpin kota Djene di awal abad ke-19, menganggap masjid itu terlalu mewah dan berlebihan. Sheikh pun membangun masjid kedua pada tahun 1830, dan memerintahkan merubuhkan masjid pertama begitu masjid kedua rampung. Sementara masjid agung dari lumpur yang tak lazim itu dibangun pada tahun 1906
Masjid yang dikonstruksi di bawah pengawasan ahli bangunan bernama Ismaila Traore ini terbuat dari batu bata lumpur yang dikeringkan dengan sinar matahari (ferey), semen berbahan dasar semen. Sementara lapisan luar menggunakan plester juga berbahan dasar lumpur sehingga memberi tampilan halus berkelok, layaknya patung.
Dinding memiliki ketebalan antara 40 - 60 cm. Ketebalan ini sangat beragantung pada tinggi tembok. Dinding lebih tinggi akan dibuat lebih tebal karena harus menopang struktur lebih berat. Selama pagi hingga sore, dinding-dinding itu secara perlahan menghangat dari luar ke dalam. Di malam hari mereka mendingin lagi. Namun radiasi panas yang dihantarkan dinding membuat suhu udara dalam masjid tetap hangat dan sejuk meski udara di luar mendingin drastis--khas udara gurun.
Ruang utama masjid dengan sembilan puluh pilar kayu menopang langit-langit dapat menampung hingga 3.000 orang. Sifat dingin kayu ikut membantu interior masjid tetap sejuk di waktu siang hingga sore. Masjid agung itu juga memiliki ventilasi udara dengan penutup keramik. Penutup yang dibuat oleh perajin wanita setempat itu dapat dipindahkan di malam hari untuk ventilasi udara dalam masjid.
Saat membangun, dan merencanakan konstruksi, kerusakan akibat air bah menjadi perhatian utama Traore. Apalagi banjir akibat sungai Bani meluap terjadi rutin tiap tahun. Untuk mengatasi itu, Traore pun mendesain pulau buatan, yakni landasan yang ditinggikan dengan permukaan seluas 5635 m² sebagai tempat berdirinya masjid. Landasan tersebut sejauh ini mampu melindungi masjid bahkan dari banjir mengerikan sekalipun.
Selain bahan alam lumpur yang bersahaja, terdapat pula struktur rangka kayu dari batang palem. Kayu-kayu itu tidak berfungsi sebagai balok, melainkan pendukung dan penguat.
Struktur ini dibutuhkan untuk mengikat tanah liat dan mengurangi pecahan lumpur yang diakibatkan perubahan suhu dan kelembaban yang sangat tajam area itu. Selain sebagai penguat kayu-kayu itu berfungsi sebagai penopang otomatis yang berguna saat perbaikan tahunan.
Kayu-kayu itu memang memiliki alasan fungsi kuat, namun batangnya yang mencuat dari dinding-dinding lumpur polos membuat kesan kontras sekaligus memberi aksen estetika bangunan.
Tak lupa pada bagian bangunan di sisi kiblat, Traore menandai dengan tiga menara lumpur yang dominan. Setiap menara itu memiliki tangga spiral menuju atap, dan di setiap atap berbentuk kerucut spiral, diletakkan telur burung unta perlambang kesuburan dan kemurnian.
Setiap tahun, saat musim panas masjid tersebut dirawat atau diperbaiki ulang dengan pengawasan 80 ahli bangunan senior. Acara itu menjadi festival menarik bagi warga Djene. Banyak warga terlibat dalam pekerjaan mempersiapkan banco (campuran lumpur dengan gabah) untuk acara itu. Menurut para pengunjung yang menyaksikan di tahun 1987, acara itu bisa dikatakan upacara masyarakat dengan banyak pengunjung dan orang tertawa.
Berikut adalah penuturan seorang turis tahun 1987 yang dikutip di situs Sacred Sites "Setiap musim panas masjid agung diplaster ulang. Itu menjadi festival yang menarik, riuh, kacau, menyenangkan, namun juga penuh kehati-hatian. Selama beberapa minggu lumpur dituangkan. Ember-ember penuh dengan larutan kental diaduk dan diratakan dengan kaki telanjang anak-anak lelaki.
Lalu malam sebelum memlaster, muncul pertunjukkan jalanan penuh nyanyian, tetabuhan drum, siulan flute. Tak lama tiupan peluit keras terdengar tiga kali berturut. Masuk tiupan keempat, ratusan suara bergema dan bergalon-galon lumpur dituangkan. Saat fajar proses pemlasteran sesungguhnya telah berjalan. Kerumunan wanita dengan ember berisi air di atas kepala mendekati masjid. Tim yang lain membawa lumpur. Orang-orang berkomunikasi dengan yang lain sambil berteriak di area persegi raksasa itu sambil mengoles dan bekerja. Kerja dan bermain menjadi satu, anak-anak muda dimana-mana, membuat kue dari lumpur dari kepala hingga ibu jari,"
Hanya saja festival tahunan itu terancam punah. Para ahli bangunan kini sulit mencari dukungan anak-anak muda dalam festival memoles ulang. Banyak pemuda memilih mencari uang sebagai pemandu turis meninggalkan Djene menuju Kota Bamako yang lebih menjajikan. Pada tahun 1988, kota tua Djenne dan masjid agungnya diresmikan menjadi situs bersejarah oleh UNESCO
Kini bangunan tersebut masih menjulang dan menampung para jamaah muslim kota Djenne saat tiba waktu sholat. Fasad atau tampang bangunan, menara, serta simbol telur burung unta itu sebenarnya adalah elemen sama yang bisa ditemukan di bentuk rumah-rumah penduduk Djene. Desain yang membuat masjid agung terlihat rendah hati dan menyatu dengan lingkungan lokal. Jauh sebelum gagasan arsitektur ramah lingkungan yang tanggap iklim setempat, menjadi salah satu isu, terutama terkait pemanasan global, Masjid Agung Djenne telah menerapkan dengan bersahaja.
(Republika)
Pedagang Bangkitkan Islam Kembali di Cina

GUANGZHOU - Islam kembali datang dan menguat di Guangzhou, salah satu kota pusat perdagangan di Cina, sekaligus tempat pertama kali Islam tiba di daratan tersebt seribu tahun lalu oleh para pedagang.
"Pemahaman saya tentang Islam telah meluas dan mendalam kini," ungkap Jin Lei, seorang muslim dari propinsi Shandong, yang baru pindah ke Guangzhou, seperti yang dikutip oleh China Daily, 23 Desember lalu.
"Ketika saya bertemu dengan muslim dari negara-negara berbeda, saya menjadi tahu jika Islam bukan terbatas pada ritual dan masjid, melainkan cara hidup," tambah Jin Lei.
Guangzhou kini menjadi rumah bagi empat masjid termasuk Majid Huaisheng yang terkenal. Masjid Huaisheng didirikan oleh salah satu paman sekaligus sahabat dekat Rasul Muhammad, Sa'ad bin Abi Waqqas.
Kota juga memiliki sebuah makam yang diyakini makam Sa'ad bin Abi Waqqas. Kini kota itu kembali menjadi pusat tujuan pedagang muslim. Seperti pedagang yang mengenalkan Islam pertama kali ke Cina, mereka kini dihargai karena membangkitkan kembali Guangzhou.
"Situasi sosial komunitas muslim saat ini di Guangzhou, mirip dengan jaman Dinasti Tang," ujar Ma Qiang, asisten profesor studi etnologi dan keagamaan di Universitas Normal Shaanxi.
"Kedua komunitas berbeda tak jauh dengan kondisi saat China pertama kali membuka diri dan memiliki perekonomian makmur," imbuh Ma, seorang cendekia muslim yang menulis komunitas muslim Guangzhou sebagai tema desertasi doktoralnya.
Kota itu sejak lama terkenal sebagai salah satu pusat perdagangan internasional yang menarik pedagang muslim dari Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara selama bertahun-tahun.
"Saya pertama kali datang ke Cina pada 1999. Saya jatuh cinta dengan kota ini dan sejak itu hampir sebagain besar waktu tinggal di sini," aku Mohamed Ali Algerwi, pengusaha Yaman berusia 39 tahun.
"Ia telah mendirikan perusahaan swasta pribadi di Guangzhou dan kini mengekspor aksesoris mobil, keramik, ban, aksesoris kendaraan, dan kosmetik ke negara-negara Arab.
Sementara Abdul Bagi Al-Atwani, 38 tahun juga pengusaha Yaman, mengaku datang pertama kali ke Cina 15 tahun lalu sebagai pelajar. Ia pindah ke Guangzhou pada 1999 dan kemudian memulai bisnsi perdagangan antara Cina dan negara-negara Arab.
"Saya suka Guangzhou. Ini tempat yang baik untuk berbisnis dan tinggal," tutur Al Atwani seraya mengaku memiliki restoran dalam bahasa Cina yang fasih.
Banyak toko di pusat perbelanjaan Guangzhou, meyajikan barang-barang untuk melayani pedagan muslim luar, menyediakan mereka barang-barang Islami, kebutuhan sehari-hari seperti pakaian Arab dan Afrika, bahkan Al Qur'an elektronik.
Tanpa pendatang muslim luar, banyak dari kita menjadi penganggguran," ungkap Fang Qinghaou, pemilik toko di Pusat Komersial Internasional Honghui. "Ketika waktu sholat tiba, mereka kadang sholat di toko saya. Saya bantu menyediakan lembaran papan, atau kertas untuk mereka bersujud," kata Fang
"Saya paham jika mereka memiliki keyakinannya sendiri, namun kita tidak membicarakannya. Kami hanya berbicara bisnis," ujar Fang lagi.
Islam di Guangzhou sendiri sempat menurun pada abad ke-20, dan sensus nasional tahun 2000 lalu mencatat, muslim di wilayah kota itu hanya 9.838, orang. Lalu setelah itu tidak ada laporan lagi.
Kini menurut Asosiasi Islami Guangzhou, jumlah muslim tinggal di kota itu meningkat sekitar 50 ribu hingga 60 ribu orang. Wang Wenji, wakil presiden organisasi tersebut mengatakan lebih dari 10 ribu jamaah melakukan sholat Jumat di empat masjid kota.
Kapasitas masjid yang tak mampu menampung keseluruhan jamaah, seringkali membuat warga muslim sholat di trotoar depan sekitar masjid. "Pertama kali penduduk lokal bingung melihat para jamaah. Namun kini mereka telah terbiasa dengan pemandangan itu," ujar Bai Lin, imam Masid Xiaodongying.
"Penduduk di Guangzhou sangat berpikiran terbuka," kata Bai lagi.
Sehingga tidak heran bila di kota itu banyak pula ditemukan restoran halal, terutama di area konsentrasi muslim, yang menawarkan masakan Arab, Cina, Afrika, dan Thailand. (Republika)