05 Juni 2010



 


 

Kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah wajib bagi setiap orang yang mengendarai kendaraan bermotor. Tapi tahu nggak kalau kepemilikan SIM menjadi wajib itu didasari oleh dasar hukum apa. Nih dia penjelasan dasar hukumnya. Ingin tahu lebih banyak....?


SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM)


 

Dasar hukum penerbitan SIM bagi Polri


 

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 14 ayat (1) huruf b dan Pasal 15 ayat (2) huruf c.

2. Undang-undang no. 22 tahun 2009, Tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan, Bab VIII.


 

A. Fungsi dan peranan SIM dalam mendukung operasional Polri

1. Berbagai sarana identifikasi atau jati diri seseorang. Bertitik tolak dari SIM akan diketahui identitas ciri-ciri fisik seseorang. Di samping itu juga berfungsi sebagai tanda bukti bahwa pemegang SIM telah memiliki kemampuan, pengetahuan dan keterampilan untuk mengemudikan kendaraan bermotor tertentu.


 

2. Sebagai alat bukti. SIM selain sebagai tanda bukti sebagaimana diuraikan di atas, juga mempunyai fungsi dan peranan sebagai alat bukti dalam kaitannya  dengan pelaksanaan tugas pokok Polri, khususnya yang bersifat represif yustisiil, di mana alat bukti tersebut sebagai penunjang penyelidikan dan pengungkapan pelanggaran maupun kejahatan yang berkaitan dengan kendaraan bermotor.


 

3. Sebagai  sarana upaya paksa Penyitaan SIM dalam kasus pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas, untuk kemudian memaksa pelanggar menghadiri sidang, merupakan bukti nyata betapa besarnya fungsi dan peranan SIM dalam pelaksanaan tugas Polri, karena pada dasarnya tanpa upaya paksa demikian itu, sukar dipastikan bahwa pelaksanaan penegakan hukum akan berhasil dengan baik.


 

4. Sebagai sarana perlidungan masyarakat. Pengemudi kendaraan bermotor wajib memiliki SIM sesuai dengan golongannya dengan pengertian bahwa pemegang SIM tersebut telah memiliki kemampuan mengemudikan kendaraan bermotor dengan baik, sehingga bahaya-bahaya kecelakaan dan terjadinya pelanggaran akan dapat dikurangi.


 

5. Sebagai sarana pelayanan masyarakat. Polri sebagai instansi yang berwenang menerbitkan SIM wajib melayani kebutuhan masyarakat tersebut dengan sebaik-baiknya.Guna keperluan itulah Polri selalu berusaha meningkatkan pelayanan masyarakat dalam bidang SIM ini, tanpa mengurangi faktor security sebagai tujuan pokok.


 

B. Kewajiban dan Penggolongan SIM (PP No. 44/1993 pasal 211)


 

Surat Izin Mengemudi (SIM)

1. Golongan A : Untuk mengemudikan mobil penumpang, mobil bus  dan mobil barang yang mempunyai jumlah berat yang  perbolehkan tidak lebih dari 3500 kilogram.


 

2. Golongan B-I : Untuk mengemudikan mobil bus dan mobil barang yang mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500  kilogram.


 

3. Golongan B-II : Untuk mengemudikan tractor atau kendaraan bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau kereta gandegan lebih dari 1000 kilogram.


 

4.
Golongan C : Untuk mengemudikan sepeda motor yang dirancangmampu mencapai kecepatan lebih dari 40 kilometer per jam.


 

5. Golongan D : Untuk mengemudikan sepeda motor yang dirancang dengan kecepatan tidak lebih dari 40 kilometer per jam.


 

C. Daerah dan masa berlaku SIM (PP No. 44/1993 Pasal 212-215)

1. Untuk mengemudikan kendaraan umum, harus memiliki SIM sesuai dengan golongannya.


 

2. SIM berlaku di seluruh Indonesia


 

3. SIM berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.


 

4. Setiap golongan SIM berisi data : Nama Pemilik, tempat tanggal lahir, alamat, pekerjaan, tinggi badan, tempat dan tanggal diterbitkan, nama dan tanda tangan pejabat yang menerbitkan, golongan dan nomor SIM, jenis SIM tanggal berakhir masa berlaku, tanda tangan dan sidik jari pemilik serta pas photo dari pemilik. SIM ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris serta SIM dibuat dari bahan yang mempunyai unsur pengaman.


 

D. Persyaratan memperoleh SIM


 

1. SIM Baru (PP No. 44/1993 Pasal 217 ayat (1))
a. Mengajukan permohonan tertulis

b. Dapat menulis dan membaca huruf latin

c. Memiliki pengetahuan yang cukup mengenai peraturan lalu lintas jalan dan tehnik dasar kendaraan bermotor.

d. Memenuhi ketentuan tentang batas usia :

1. 16 tahun untuk SIM gologan C dan D.

2. 17 tahun untuk SIM golongan A.

3. 20 Tahun untuk SIM golongan B I dan B II.

e. Memiliki KTP setempat / jati diri.

f. Memiliki keterampilan mengemudikan kendaraan bermotor.

g. Sehat jasmani dan rohani

h. Lulus ujian teori serta praktek I dan praktek II

i. Telah memiliki SIM sekurang-kurangnya 12 bulan gol A bagi pemohon SIM gol B I, dan sekurang-kurangnya 12 bulan SIM B I bagi pemohon gol B II.


 

2. Persyaratan untuk mendapatkan SIM umum.

a. Memiliki SIM:

1. Golongan A untuk memperoleh A Umum

2. Golongan A Umum/B I untuk memperoleh B-I Umum

3. Golongan B I Umum/BII untuk memperoleh B-II Umum

b. Mempunyai pengalaman mengemudi kendaraan bermotor sesuai golongan  SIM yang dimilki sekurang-kurangnya 12 bulan.

c. Memiliki pengetahuan mengenai:

1. Pelayanan angkutan umum.

2. Jaringan jalan dan kelas jalan.

3. Pengujian kendaraan bermotor.

4. Tata cara mengangkut orang dan atau barang.

d. KTP setempat/jatidiri

e. Lulus ujian teori serta praktek I dan praktek II

f. Khusus untuk pemohon SIM Umum diwajibkan mengikuti ujian Klinik Pengemudi.


 

3. Untuk mendapatkan SIM Umum, pemohon diharuskan  mengikuti ujian terdiri dari :

a. Ujian teori, meliputi pengetahuan mengenai:

1. Pelayanan angkutan umum.
2. Jaringan jalan dan kelas jalan.
3. Pengujian kendaraan bermotor.
4. Tata cara mengangkut orang dan atau barang.
5. Tempat-tempat penting diwilayah domisili.

b. Ujian praktek, meliputi:
1. Menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau barang baik di terminal maupun di tempat-tempat yang diperbolehkan.
2. Tata cara mengangkut orang dan atau barang.
3. Mengisi surat muatan.
4. Etika dan sopan santun mengemudi kendaraan umum.

4. Syarat penguji SIM (PP No. 44/1993 Pasal 221):

a. Memiliki SIM sesuai golongan yang diujikan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.

b. Mempunyai pendidikan serendah-rendahnya

c. Diangkat sebagai penguji oleh pejabat yang berwenang.


 

5. Hasil ujian SIM (PP No. 44/1993 Pasal 222)

a. Hasil ujian harus diumumkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak ujian dilakukan.

b. Pemohon SIM yang tidak lulus ujian dapat mengikuti ujian ulang dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak dinyatakan tidak lulus tanpa mengajukan permohonan baru.

c. Peserta ujian ulang yang tidak lulus dapat mengikuti ujian ulang setelah 60 (enam puluh) hari kerja sejak dinyatakan tidak lulus, tanpa mengajukan permohonan baru.

1. Penerbitan dan perpanjangan SIM (PP No. 44/1993 Pasal 223 dan Pasal 224):

a. Pemohon SIM yang lulus ujian harus diberi SIM sesuai gol yang dimohon, selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sejak yang bersangkutandinyatakan lulus.

b. SIM dapat diperpanjang tanpa mengikuti ujian. Adapun syarat perpanjangan SIM adalah :
1. Mengisi formulir permohonan
2. KTP/jatidiri
3. SIM yang dimohonkan untuk diperpanjang (SIM lama)
4. Surat keterangan dokter yang menyatakan pemohon dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
5. Bagi SIM yang telah lewat masa berlakunya 1 tahun harus mengikuti ujian teori dan praktek.


 

2.  SIM hilang/rusak (PP No. 44/1993 Pasal 225)
a. Mengajukan permohonan / mengisi formulir.
b. Surat keterangan kehilangan dari Kepolisian setempat/SIM yang dimiliki (SIM rusak)
c. KTP/jatidiri


 

3. Mutasi SIM (PP No. 44/1993 Pasal 226)
a. Pemilik SIM harus melaporkan apabila pindah tempat tinggalnya secara tetap ke luar wilayah kekuasaan penerbit SIM dalam waktu selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sejak kepindahan di tempat yang baru.  Pelaksana penerbit SIM (Satpas)

b. Selama SIM masih berlaku tetap dapat digunakan ditempat yang baru, setelah habis masa berlakunya diperpanjang dengan melampirkan surat keterangan dan KTP, tanpa mengikuti ujian.


 

4. Biaya SIM (PP No. 44 /1993)

Penerbitan SIM oleh Polri dipunggut biaya, besarnya biaya untuk penerbitan SIM sejak diberlakukannya PP No.31 Tahun 2004, tentang Jenis tarif PNBP yang berlaku di Polri dan dijabarkan melalui Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/1008/XII/2004 tanggal 29 Desember 2004 tentang Petunjuk Administrasi pengelolaan PNBP dilingkungan Polri, biaya penerbitan / pembuatan SIM adalah :
a. Pembuatan SIM baru : Rp 75.000,-
b. Perpanjangan SIM : Rp 60.000,-
c. Pelayanan tes klipeng : Rp 50.000,-
d. Pemeriksaan dokter bisa dilakukan oleh Dokter Polri atau Dokter umum.
e. Berdasarkan Surat Telegram Kapolri No. Pol. : ST/183/II/2005 tanggal 11 Pebruari 2005 tentang diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2004 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dilingkungan Polri dengan ketentuan :
1. Putor hanya memungut biaya yang berkaitan dengan jenis tarif sesuai dengan yang tercantum dalam PP No. 31 Tahun 2004.
2. Biaya yang selama ini dipungut untuk Rikkes, sidik jari, asuransi Bhakti Bhayangkara ditiadakan.
3. Semua ketentuan yang bertentangan dengan PP No. 31 Tahun 2004 tentang Tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Polri     dinyatakan tidak berlaku.


 

5. Penolakan dan pencabutan SIM (PP No. 44/1993 Pasal 228)
Pemohon SIM, ditolak dan dicabut apabila:
1. Tidak memenuhi kelengkapan persyaratan yang ditentukan.
2. Pemohon telah memiliki SIM dari golongan yang sama dengan   yang dimohon.
3. Masa pencabutan SIM yang bersangkutan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, belum berakhir.


6. SIM dinyatakan tidak berlaku (PP No. 44/1993 Pasal 230) bila:

1. Habis masa berlakunya.

2. SIM dalam keadaan rusak sehingga tidak terbaca lagi.

3. Digunakan oleh orang lain.

4. Diperoleh dengan cara tidak sah.

5. Data yang terdapat dalam SIM diubah.


 

7. Tata cara memperoleh SIM.
1. Mengisi formulir permohonan yang telah disediakan disertai dengan   foto kopi KTP, diserahkan kepada petugas loket pendaftaran.
2. Sesuai dengan nomor urut, kemudian akan dipanggil untuk mengikuti ujian teori.
3. Bila lulus dalam ujian teori, maka berhak untuk mengikuti ujian praktek sesuai dengan jenis SIM yang dikehendaki.
4. Apabila lulus dalam ujian praktek I dan II, maka pemohon akan dipanggil untuk produksi SIM (pemotretan).
5. Setelah pemotretan, pemohon menunggu diruang tunggu sesuai       nomor urut, kemudian akan dipanggil untuk mengambil SIM yang dah selesai diproses.


8. Ketentuan lain tentang SIM

1. SIM untuk penderita cacat

a. SIM dapat diberikan kepada penderita cacat

b. Pengecualian dari persyaratan yang telah ditetapkan  ditentukan oleh undang-undang, ditinjau secara kasus demi kasus

c. Atas keyakinan pemeriksaan dokter, bahwa kecacatannya tidak menghalangi teknis mengemudi yang membahayakan dirinya atau orang lain

d. Penderita cacat terbatas hanya dapat diberikan SIM A dan SIM C, bukan umum

e. Ketentuan persyaratan dan mekanisme memperoleh SIM sama dengan persyaratan umum

2.  SIM bagi orang asing

a. Terbatas pada SIM A dan C

b. Tidak diberikan SIM Umum kecuali ada surat izin dari Depnaker

c. Harus ada:
1. KIMS (Kartu Ijin Menetap Sementara)
2. STMD (Surat Tanda Melapor Diri)
3. Paspor/Visa
4. Surat keterangan kependudukan

d. Bagi WNA yang telah menetap di Indonesia masa berlaku                                            SIM 5 tahun

e. Bagi Staf Kedutaan/keluarga berlaku 5 tahun

f. Bagi WNA yang bekerja di Indonesia sebagai tenaga ahli          berlaku 1 tahun

g. Bagi turis maksimal 1 bulan dan khusus SIM C

h. Apabila pemegang SIM kembali ke negaranya harus melaporpada Satpas yang mengeluarkan SIM


 

3. SIM Negara Anggota ASEAN

a. Telah direncanakan pengakuan SIM Domestik antarnegara negara ASEAN

b. Proses pengakuan SIM Domestik antarnegara-negara ASEAN telah sampai kepada persetujuan yang disepakati di antara negara-negara ASEAN, tentang pengakuan SIM Domestik yang dikeluarkan oleh masing-masing negara ASEAN

c. Masih dibahas pengakuan hukum yang berlaku di masing-masing negara terhadap pengunjung dari negara-negara ASEAN

d. Untuk sementara SIM yang berasal dari negara-negara                           ASEAN sudah diberlakukan di Indonesia, demikian pula Singapura sudah memberlakukannya


 

4. Penjelasan tentang penggunaan golongan SIM

a. Golongan A untuk mengemudikan semua jenis kendaraan yang diperbolehkan untuk SIM golongan A, bus dan kendaraan beban dengan jumlah berat yang diperbolehkan 2000 kg atau lebih

b. Golongan B II untuk mengemudikan semua jenis kendaraan yang diperbolehkan untuk SIM golongan B II, traktor atau dengan kereta tempelan yang menghela kereta gandengan  dengan berat lebih dari 1000 kg dan bus double decker

c. Kendaraan yang menghela kereta gandengan dengan berat 1000 kg atau kurang dapat menggunakan SIM B I.

d. Ketentuan jumlah berat yang diperbolehkan dari bus, mobil beban, kereta gandengan dikeluarkan oleh DLLAJ

e. Mobil bus dan mobil beban terkena wajib uji untuk menentukan jumlah berat yang diperbolehkan

f. SIM A Khusus untuk mengemudikan kendaraan bermotor roda tiga dengan karoseri mobil dan digunakan untuk mengangkut orang/barang (bukan sepeda motor dengan kereta samping)

g. Kendaraan roda tiga tanpa karoseri mobil sesuai petunjuk pelaksanaan yang ada.


 

5. Peningkatan golongan SIM

a. Golongan A tidak perlu memiliki golongan C terlebih dahulu dansebaliknya.

b. Golongan BI telah memiliki golongan A sekurang-kurangnya 12 bulan.

c. Golongan BII telah memiliki golongan BI sekurang-kurangnya 12 bulan.

d. Golongan A, B I dan B II Umum, telah memiliki golongan A, BI, BII sekurang-kurangnya 6 bulan.

e. Golongan A Umum dapat langsung ditingkatkan ke B-I Umum setelah sekurang-kurangnya 12 bulan

f. Golongan BI Umum dapat langsung ditingkatkan ke B-II  Umum setelah sekurang-kurangnya 12 bulan.

Seputar SIM dan Dasar Hukumnya



 


 

Kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah wajib bagi setiap orang yang mengendarai kendaraan bermotor. Tapi tahu nggak kalau kepemilikan SIM menjadi wajib itu didasari oleh dasar hukum apa. Nih dia penjelasan dasar hukumnya. Ingin tahu lebih banyak....?


SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM)


 

Dasar hukum penerbitan SIM bagi Polri


 

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 14 ayat (1) huruf b dan Pasal 15 ayat (2) huruf c.

2. Undang-undang no. 22 tahun 2009, Tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan, Bab VIII.


 

A. Fungsi dan peranan SIM dalam mendukung operasional Polri

1. Berbagai sarana identifikasi atau jati diri seseorang. Bertitik tolak dari SIM akan diketahui identitas ciri-ciri fisik seseorang. Di samping itu juga berfungsi sebagai tanda bukti bahwa pemegang SIM telah memiliki kemampuan, pengetahuan dan keterampilan untuk mengemudikan kendaraan bermotor tertentu.


 

2. Sebagai alat bukti. SIM selain sebagai tanda bukti sebagaimana diuraikan di atas, juga mempunyai fungsi dan peranan sebagai alat bukti dalam kaitannya  dengan pelaksanaan tugas pokok Polri, khususnya yang bersifat represif yustisiil, di mana alat bukti tersebut sebagai penunjang penyelidikan dan pengungkapan pelanggaran maupun kejahatan yang berkaitan dengan kendaraan bermotor.


 

3. Sebagai  sarana upaya paksa Penyitaan SIM dalam kasus pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas, untuk kemudian memaksa pelanggar menghadiri sidang, merupakan bukti nyata betapa besarnya fungsi dan peranan SIM dalam pelaksanaan tugas Polri, karena pada dasarnya tanpa upaya paksa demikian itu, sukar dipastikan bahwa pelaksanaan penegakan hukum akan berhasil dengan baik.


 

4. Sebagai sarana perlidungan masyarakat. Pengemudi kendaraan bermotor wajib memiliki SIM sesuai dengan golongannya dengan pengertian bahwa pemegang SIM tersebut telah memiliki kemampuan mengemudikan kendaraan bermotor dengan baik, sehingga bahaya-bahaya kecelakaan dan terjadinya pelanggaran akan dapat dikurangi.


 

5. Sebagai sarana pelayanan masyarakat. Polri sebagai instansi yang berwenang menerbitkan SIM wajib melayani kebutuhan masyarakat tersebut dengan sebaik-baiknya.Guna keperluan itulah Polri selalu berusaha meningkatkan pelayanan masyarakat dalam bidang SIM ini, tanpa mengurangi faktor security sebagai tujuan pokok.


 

B. Kewajiban dan Penggolongan SIM (PP No. 44/1993 pasal 211)


 

Surat Izin Mengemudi (SIM)

1. Golongan A : Untuk mengemudikan mobil penumpang, mobil bus  dan mobil barang yang mempunyai jumlah berat yang  perbolehkan tidak lebih dari 3500 kilogram.


 

2. Golongan B-I : Untuk mengemudikan mobil bus dan mobil barang yang mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500  kilogram.


 

3. Golongan B-II : Untuk mengemudikan tractor atau kendaraan bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau kereta gandegan lebih dari 1000 kilogram.


 

4.
Golongan C : Untuk mengemudikan sepeda motor yang dirancangmampu mencapai kecepatan lebih dari 40 kilometer per jam.


 

5. Golongan D : Untuk mengemudikan sepeda motor yang dirancang dengan kecepatan tidak lebih dari 40 kilometer per jam.


 

C. Daerah dan masa berlaku SIM (PP No. 44/1993 Pasal 212-215)

1. Untuk mengemudikan kendaraan umum, harus memiliki SIM sesuai dengan golongannya.


 

2. SIM berlaku di seluruh Indonesia


 

3. SIM berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.


 

4. Setiap golongan SIM berisi data : Nama Pemilik, tempat tanggal lahir, alamat, pekerjaan, tinggi badan, tempat dan tanggal diterbitkan, nama dan tanda tangan pejabat yang menerbitkan, golongan dan nomor SIM, jenis SIM tanggal berakhir masa berlaku, tanda tangan dan sidik jari pemilik serta pas photo dari pemilik. SIM ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris serta SIM dibuat dari bahan yang mempunyai unsur pengaman.


 

D. Persyaratan memperoleh SIM


 

1. SIM Baru (PP No. 44/1993 Pasal 217 ayat (1))
a. Mengajukan permohonan tertulis

b. Dapat menulis dan membaca huruf latin

c. Memiliki pengetahuan yang cukup mengenai peraturan lalu lintas jalan dan tehnik dasar kendaraan bermotor.

d. Memenuhi ketentuan tentang batas usia :

1. 16 tahun untuk SIM gologan C dan D.

2. 17 tahun untuk SIM golongan A.

3. 20 Tahun untuk SIM golongan B I dan B II.

e. Memiliki KTP setempat / jati diri.

f. Memiliki keterampilan mengemudikan kendaraan bermotor.

g. Sehat jasmani dan rohani

h. Lulus ujian teori serta praktek I dan praktek II

i. Telah memiliki SIM sekurang-kurangnya 12 bulan gol A bagi pemohon SIM gol B I, dan sekurang-kurangnya 12 bulan SIM B I bagi pemohon gol B II.


 

2. Persyaratan untuk mendapatkan SIM umum.

a. Memiliki SIM:

1. Golongan A untuk memperoleh A Umum

2. Golongan A Umum/B I untuk memperoleh B-I Umum

3. Golongan B I Umum/BII untuk memperoleh B-II Umum

b. Mempunyai pengalaman mengemudi kendaraan bermotor sesuai golongan  SIM yang dimilki sekurang-kurangnya 12 bulan.

c. Memiliki pengetahuan mengenai:

1. Pelayanan angkutan umum.

2. Jaringan jalan dan kelas jalan.

3. Pengujian kendaraan bermotor.

4. Tata cara mengangkut orang dan atau barang.

d. KTP setempat/jatidiri

e. Lulus ujian teori serta praktek I dan praktek II

f. Khusus untuk pemohon SIM Umum diwajibkan mengikuti ujian Klinik Pengemudi.


 

3. Untuk mendapatkan SIM Umum, pemohon diharuskan  mengikuti ujian terdiri dari :

a. Ujian teori, meliputi pengetahuan mengenai:

1. Pelayanan angkutan umum.
2. Jaringan jalan dan kelas jalan.
3. Pengujian kendaraan bermotor.
4. Tata cara mengangkut orang dan atau barang.
5. Tempat-tempat penting diwilayah domisili.

b. Ujian praktek, meliputi:
1. Menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau barang baik di terminal maupun di tempat-tempat yang diperbolehkan.
2. Tata cara mengangkut orang dan atau barang.
3. Mengisi surat muatan.
4. Etika dan sopan santun mengemudi kendaraan umum.

4. Syarat penguji SIM (PP No. 44/1993 Pasal 221):

a. Memiliki SIM sesuai golongan yang diujikan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.

b. Mempunyai pendidikan serendah-rendahnya

c. Diangkat sebagai penguji oleh pejabat yang berwenang.


 

5. Hasil ujian SIM (PP No. 44/1993 Pasal 222)

a. Hasil ujian harus diumumkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak ujian dilakukan.

b. Pemohon SIM yang tidak lulus ujian dapat mengikuti ujian ulang dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak dinyatakan tidak lulus tanpa mengajukan permohonan baru.

c. Peserta ujian ulang yang tidak lulus dapat mengikuti ujian ulang setelah 60 (enam puluh) hari kerja sejak dinyatakan tidak lulus, tanpa mengajukan permohonan baru.

1. Penerbitan dan perpanjangan SIM (PP No. 44/1993 Pasal 223 dan Pasal 224):

a. Pemohon SIM yang lulus ujian harus diberi SIM sesuai gol yang dimohon, selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sejak yang bersangkutandinyatakan lulus.

b. SIM dapat diperpanjang tanpa mengikuti ujian. Adapun syarat perpanjangan SIM adalah :
1. Mengisi formulir permohonan
2. KTP/jatidiri
3. SIM yang dimohonkan untuk diperpanjang (SIM lama)
4. Surat keterangan dokter yang menyatakan pemohon dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
5. Bagi SIM yang telah lewat masa berlakunya 1 tahun harus mengikuti ujian teori dan praktek.


 

2.  SIM hilang/rusak (PP No. 44/1993 Pasal 225)
a. Mengajukan permohonan / mengisi formulir.
b. Surat keterangan kehilangan dari Kepolisian setempat/SIM yang dimiliki (SIM rusak)
c. KTP/jatidiri


 

3. Mutasi SIM (PP No. 44/1993 Pasal 226)
a. Pemilik SIM harus melaporkan apabila pindah tempat tinggalnya secara tetap ke luar wilayah kekuasaan penerbit SIM dalam waktu selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sejak kepindahan di tempat yang baru.  Pelaksana penerbit SIM (Satpas)

b. Selama SIM masih berlaku tetap dapat digunakan ditempat yang baru, setelah habis masa berlakunya diperpanjang dengan melampirkan surat keterangan dan KTP, tanpa mengikuti ujian.


 

4. Biaya SIM (PP No. 44 /1993)

Penerbitan SIM oleh Polri dipunggut biaya, besarnya biaya untuk penerbitan SIM sejak diberlakukannya PP No.31 Tahun 2004, tentang Jenis tarif PNBP yang berlaku di Polri dan dijabarkan melalui Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/1008/XII/2004 tanggal 29 Desember 2004 tentang Petunjuk Administrasi pengelolaan PNBP dilingkungan Polri, biaya penerbitan / pembuatan SIM adalah :
a. Pembuatan SIM baru : Rp 75.000,-
b. Perpanjangan SIM : Rp 60.000,-
c. Pelayanan tes klipeng : Rp 50.000,-
d. Pemeriksaan dokter bisa dilakukan oleh Dokter Polri atau Dokter umum.
e. Berdasarkan Surat Telegram Kapolri No. Pol. : ST/183/II/2005 tanggal 11 Pebruari 2005 tentang diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2004 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dilingkungan Polri dengan ketentuan :
1. Putor hanya memungut biaya yang berkaitan dengan jenis tarif sesuai dengan yang tercantum dalam PP No. 31 Tahun 2004.
2. Biaya yang selama ini dipungut untuk Rikkes, sidik jari, asuransi Bhakti Bhayangkara ditiadakan.
3. Semua ketentuan yang bertentangan dengan PP No. 31 Tahun 2004 tentang Tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Polri     dinyatakan tidak berlaku.


 

5. Penolakan dan pencabutan SIM (PP No. 44/1993 Pasal 228)
Pemohon SIM, ditolak dan dicabut apabila:
1. Tidak memenuhi kelengkapan persyaratan yang ditentukan.
2. Pemohon telah memiliki SIM dari golongan yang sama dengan   yang dimohon.
3. Masa pencabutan SIM yang bersangkutan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, belum berakhir.


6. SIM dinyatakan tidak berlaku (PP No. 44/1993 Pasal 230) bila:

1. Habis masa berlakunya.

2. SIM dalam keadaan rusak sehingga tidak terbaca lagi.

3. Digunakan oleh orang lain.

4. Diperoleh dengan cara tidak sah.

5. Data yang terdapat dalam SIM diubah.


 

7. Tata cara memperoleh SIM.
1. Mengisi formulir permohonan yang telah disediakan disertai dengan   foto kopi KTP, diserahkan kepada petugas loket pendaftaran.
2. Sesuai dengan nomor urut, kemudian akan dipanggil untuk mengikuti ujian teori.
3. Bila lulus dalam ujian teori, maka berhak untuk mengikuti ujian praktek sesuai dengan jenis SIM yang dikehendaki.
4. Apabila lulus dalam ujian praktek I dan II, maka pemohon akan dipanggil untuk produksi SIM (pemotretan).
5. Setelah pemotretan, pemohon menunggu diruang tunggu sesuai       nomor urut, kemudian akan dipanggil untuk mengambil SIM yang dah selesai diproses.


8. Ketentuan lain tentang SIM

1. SIM untuk penderita cacat

a. SIM dapat diberikan kepada penderita cacat

b. Pengecualian dari persyaratan yang telah ditetapkan  ditentukan oleh undang-undang, ditinjau secara kasus demi kasus

c. Atas keyakinan pemeriksaan dokter, bahwa kecacatannya tidak menghalangi teknis mengemudi yang membahayakan dirinya atau orang lain

d. Penderita cacat terbatas hanya dapat diberikan SIM A dan SIM C, bukan umum

e. Ketentuan persyaratan dan mekanisme memperoleh SIM sama dengan persyaratan umum

2.  SIM bagi orang asing

a. Terbatas pada SIM A dan C

b. Tidak diberikan SIM Umum kecuali ada surat izin dari Depnaker

c. Harus ada:
1. KIMS (Kartu Ijin Menetap Sementara)
2. STMD (Surat Tanda Melapor Diri)
3. Paspor/Visa
4. Surat keterangan kependudukan

d. Bagi WNA yang telah menetap di Indonesia masa berlaku                                            SIM 5 tahun

e. Bagi Staf Kedutaan/keluarga berlaku 5 tahun

f. Bagi WNA yang bekerja di Indonesia sebagai tenaga ahli          berlaku 1 tahun

g. Bagi turis maksimal 1 bulan dan khusus SIM C

h. Apabila pemegang SIM kembali ke negaranya harus melaporpada Satpas yang mengeluarkan SIM


 

3. SIM Negara Anggota ASEAN

a. Telah direncanakan pengakuan SIM Domestik antarnegara negara ASEAN

b. Proses pengakuan SIM Domestik antarnegara-negara ASEAN telah sampai kepada persetujuan yang disepakati di antara negara-negara ASEAN, tentang pengakuan SIM Domestik yang dikeluarkan oleh masing-masing negara ASEAN

c. Masih dibahas pengakuan hukum yang berlaku di masing-masing negara terhadap pengunjung dari negara-negara ASEAN

d. Untuk sementara SIM yang berasal dari negara-negara                           ASEAN sudah diberlakukan di Indonesia, demikian pula Singapura sudah memberlakukannya


 

4. Penjelasan tentang penggunaan golongan SIM

a. Golongan A untuk mengemudikan semua jenis kendaraan yang diperbolehkan untuk SIM golongan A, bus dan kendaraan beban dengan jumlah berat yang diperbolehkan 2000 kg atau lebih

b. Golongan B II untuk mengemudikan semua jenis kendaraan yang diperbolehkan untuk SIM golongan B II, traktor atau dengan kereta tempelan yang menghela kereta gandengan  dengan berat lebih dari 1000 kg dan bus double decker

c. Kendaraan yang menghela kereta gandengan dengan berat 1000 kg atau kurang dapat menggunakan SIM B I.

d. Ketentuan jumlah berat yang diperbolehkan dari bus, mobil beban, kereta gandengan dikeluarkan oleh DLLAJ

e. Mobil bus dan mobil beban terkena wajib uji untuk menentukan jumlah berat yang diperbolehkan

f. SIM A Khusus untuk mengemudikan kendaraan bermotor roda tiga dengan karoseri mobil dan digunakan untuk mengangkut orang/barang (bukan sepeda motor dengan kereta samping)

g. Kendaraan roda tiga tanpa karoseri mobil sesuai petunjuk pelaksanaan yang ada.


 

5. Peningkatan golongan SIM

a. Golongan A tidak perlu memiliki golongan C terlebih dahulu dansebaliknya.

b. Golongan BI telah memiliki golongan A sekurang-kurangnya 12 bulan.

c. Golongan BII telah memiliki golongan BI sekurang-kurangnya 12 bulan.

d. Golongan A, B I dan B II Umum, telah memiliki golongan A, BI, BII sekurang-kurangnya 6 bulan.

e. Golongan A Umum dapat langsung ditingkatkan ke B-I Umum setelah sekurang-kurangnya 12 bulan

f. Golongan BI Umum dapat langsung ditingkatkan ke B-II  Umum setelah sekurang-kurangnya 12 bulan.

08 Mei 2010

DI HUDAIBIYAH ITU…..

Ingatkah kau dengan pohon di lembah Hudaibiyah itu
Ketika Muhammad membuat kesepakatan perjanjian…….
Bermula dari baitur ridwan
Yang berjanji setia menegakkan Din ini….
Tapi tahu jugakah engkau…
Terhadap keresahan seorang Umar
Yang merasa umat Islam kalah sebelum berperang…..
Dengan muka kusut dia menghadap
Bertanya kepada Muhammad panglima perang…
Apakah engkau ini benar Rasul ya Muhammad?
Belum puas, dia menghadap mertua Muhammad
Wahai Abu Bakar saudaraku….
Apakah engkau benar-benar yakin bahwa Muhammad itu Rasul?
Dijawab oleh orang tersebut…
Wahai Al-Faruq, apakah masih ada keraguan dihatimu terhadap hal ini?
Aku yakin bahwa Muhammad menyetujui perjanjian itu dengan matang
Dan mendapat petunjuk dari Tuhan kita….
Dan…
Tahukah kalian apa isi perjanjian tersebut?
Apakah Rasul berjanji bahwa tahun itu mereka akan berhaji?
Apakah tidak beruntung jika ada orang Mekkah masuk Islam dan dikembalikan
Dikembalikan ke kaumnya??
Jika ia benar masuk Islam, bukankah dia bisa berdakwah dikaumnya?
Atau jika dia masuk Islam karena main-main
Bukankah berarti kita mengirim orang munafiq ke kumpulannya??
Wahai Al-Faruq, engkau memang sahabat yang tegas…
A katamu, maka hasilnya akan A
Dan engkau wahai Ash-shiddiq
Engkau adalah sahabat yang penuh pertimbangan
Dan kalian berdua adalah mutiara bagi kami dalam bersikap…
Umar kritis, Abu bakar bijaksana….
Adakah sekarang yang seperti mereka???



Pekanbaru, selasa 9 juni 2009.. 22:52
Merenungi hidup ini

26 Februari 2010

SYARAH ARKANUL BAI’AT (1): Rukun Al-Fahmu

PRINSIP PERTAMA
Sesungguhnya Islam adalah sistem yang komprehensif
dan menyentuh seluruh aspek kehidupan. Maka Islam adalah:
Negara dan tanah air, atau pemerintahan dan umat.
Islam adalah akhlak dan kekuatan, atau kasih sayang dan keadilan.
Islam adalah peradaban dan undang-undang, atau ilmu dan hukum
Islam adalah materi dan harta, atau usaha dan kekayaan.
Islam adalah jihad dan dakwah, atau tentara dan fikrah.
Islam adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih


Inilah pernyataan Imam Mu’assis tentang prinsip pertama dari prinsip-prinsip al-fahm. Kami akan menyampaikan sebagian argumentasi untuk menolak pernyataan-pernyataan jahat yang digembar-gemborkan oleh kaum sekuler dan non-agamis yang menuduh islam hanyalah nubuwah, bukan pemerintahan; islam mengandung kekerasan dan sadism karena menegakkan hukuman; islam turun untuk kaum, lingkungan, dan zaman tertentu; islam memisahkan manusia dari kehidupan; dan islam melakukan invasi terhadap wilayah orang lain.
Pernyataan singkat di atas dijadikan Imam Mu’assis sebagai penangkal tuduhan dan kebohongan tersebut dengan menjelaskan makna Islam yang orisinil dan benar sebagaimana dipahami dari kedua sumber utamanya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
Kami akan menjelaskan pernyataan itu sebagai berikut
1. Islam adalah Negara dan tanah air atau pemerintahan dan umat
a. Islam adalah Negara dan tanah air
Makna daulah (Negara) secara politis adalah masyarakat yang teratur yang menempati negeri tertentu, tunduk kepada penguasa yang memerintah, serta memiliki wewenang khusus yang membedakannya dari masyarakat-masyarakat lain yang sejenis.
Negara dan individu dihubungkan oleh sebuah ikatan yang mengharuskan setiap individu mencintai Negara tersebut dan tunduk kepada undang-undangnya. Begitu juga sebaliknya, Negara diwajibkan untuk menjaga jiwa, harta dan hak-hak mereka yang ditetapkan oleh hokum alam dan undang-undang positif.
Inilah definisi Negara menurut para pakar politik dan masyarakat modern pada akhir abad ke 20 M. atau di penghujung dasawarsa pertama abad ke 15 H.
Apabila definisi ini diaplikasikan pada islam maka islam merupakan Negara karena telah memenuhi unsur-unsur yang kami sebutkan di atas. Perlu ditambahkan bahwa hak-hak individu yang harus dijaga atau dijamin oleh Negara, yakni yang ditetapkan oleh hokum alam dan ditetapkan pula oeh perilaku sosial, kemudian diakui agama dan bukan oleh undang-undang positif, itu semua menjadi hak-hak manusia secara alami.
Kemudian kami menambahkan bahwa hak-hak yang ditetapkan oleh syariat islam yang ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tidak dalam undang-undang positif, merupakan justifikasi terhadap keterangan yang kami sampaikan dalam masalah ini.
Maka islam, dengan makna ini, merupakan konstruksi Negara yang sempurna yang akan menjalankan hak-hak dan kewajibannya sebagaimana ditunjukkan oleh teks-teks agama dan aplikasinya dapat dilihat dalam kehidupan Rasulullah, para sahabat, dan para tabiin dalam rentang waktu yang cukup lama.
Wathon (tanah air) adalah tempat yang dihuni sejumlah individu yang memiliki ikatan dan rasa kebangsaan dengannya. Tanah air, dalam kaitannya dengan umat islam, adalah setiap tempat yang di dalamnya terdapat orang-orang yang mengatakan: “tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allh”, karena aqidah islam merupakan tanah air seorang muslim, bahkan juga menjadi kebangsaannya, sebagaiman sering diungkapkan oleh Imam Mu’assis.


b. Islam adalah pemerintahan dan umat
Hukumah (pemerintahan) adalah sistem manajemen Negara, penyelesaian berbagai persoalan umat manusia, pengkonsentrasian dan sistematisasi perjuangan serta penentu perilaku individu dan kelompok dalam Negara melalui undang-unang yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemegang pemerintahan dengan bantuan kekuatan material hokum.
Istilah “pemerintahan” dalam tema politik dalam kompilasi badan-badan hokum Negara, mencakup tiga kekuasaan, yaitu:
1. At-Tasyri’iyyah (Badan Legislatif)
2. Al-Tanfidziyyah (Badan Eksekutif)
3. Al-Qadha’iyyah (Badan Yudikatif).
Dalam konteks ini, islam adalah pemerintahan, namun undang-undang di dalamnya bukan buatan penguasa, melainkan wahyu dari Allah melalui Al-Qur’an dan Sunnah.
Tasyri’ (pembuatan undang-undang) dalam pemerintahan islam hanya terbatas pada hal-hal yang belum ada dalam teks-teks Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tasyri’ ini disebut ijtihad, sebuah tema yang sebenarnya lebih tepat daripada tasri’ itu sendiri, karena pemegang tasyri’ hakiki hanyalah Allah swt.
Ulama umat islam berhak melakukan ijtihad kapan pun dan di mana pun tentang hal-hal baru yang terjadi di tengah kehidupan manusia ketika tidak ada teks (Al-Qur’an dan Sunnah) yang menjelaskannya. Semua hasil ijtihad boleh mereka ambil selama ijtihad tersebut memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syariat islam, ulama fiqih dan ushul-fiqih.
Ummah (umat) adalah kumpulan individu yang dihimpun oleh satu peradaban bersama yang disandarkan pada asal usul, bahasa, atau agama. Mereka disatukan oleh perekat sejarah, peninggalan historis, kemaslahatan bersama di bidang ekonomi, dan lainnya. Mereka hidup di satu wilayah dan bekerja berdasarkan kelestarian hubungan politis dalam bingkai Negara.
Orang-orang islam, dalam konteks ini, merupakan umat mengingat kesamaan agama menjadi perekat erkuat, kemudian masih ada perekat historis, peninggalan sosial, kemaslahatan bersama di bidang ekonomi, dan sebagainya.
Adapun tentang kesatuan asal usul, islam memiliki paradigm yang lebih komprehensif dan umum, yakni bahwa semua manusia berasal dari satu bapak, yaitu Nabi Adam dan Tuhan mereka hanya satu, yaitu Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Penguasa dan Maha Suci.
Adapun bahasa merupakan perekat local, sekalipun islam sendiri sangat menghargai bahasa Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai bahasa orang islam yang selalu digunakan dalam berbicara, sebagaimana sabda Rasulullah: “… ingatlah, sesungguhnya bahasa Arab adalah lisanku.”
Maka islam juga adalah pemerintahan dan umat dan dengan manhajnya akan mampu mengendalikan pemerintahan dan membimbing umat untuk membuka jalannya menuju kemajuan, peradaban, dan perkembangan.

2. Islam adalah akhlak dan kekuatan atau kasih saying dan keadilan
a. Islam adalah Akhlak dan Kekuatan
Akhlak, menurut terma para sosiolog, akan mengalami perubahan dan dinamika seiring perubahan zaman, karena akhlak merupakan hasil pengalaman individu. Tetapi dalam islam, akhlak bersifat permanen dan tidak akan berubah karena perubahan zaman dan tempat, khususnya tentang keutamaan-keutamaan yang ditetapkan agama atau kejelekan-kejelekan yang telah dihaaramkannya. Dari sudut ini, akhlak islam merupakan produk pengalaman seseorang, akan tetapi ketetapan, nilai, dan etika dari agama.
Islam adalah Akhlaq
Akhlaq dalam islam adalah sekumpulan prinsip dan nilai yang mengatur prilaku seorang muslim dan dibatasi oleh wahyu untuk mengatur kehidupan manusia. Maka ditetapkanlah batasan-batasan agar tujuan diciptakannya umat manusia di muka bumi ini dapat tercapai, yaitu beribadah kepada Allah yang akan menghantarkan kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Akhlak Rasulullah, beliau adalah figur bagi seluruh umat islam, adalah Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan melalui lisan Ummul Mukminin, Siti Aisyah, ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, kemudian dia menjawab, “Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an.”
Akhlak islam secara keseluruhan terdiri atas tiga pilar:
Pertama, tanggung jawab pribadi yang tercermin dalam firman Allah,
“Setiap diri tergadaikan dengan perbuatannya.” (QS. Al-Mudatstsir [74]: 38)
Kedua, keadilan da ihsan yang tergambarkan dalam firman Allah,
“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil dan ihsan.” (QS. An-Nahl [16]: 90)
Ketiga, melarang dari yang keji, mungkar, dan permusuhan, seperti disebut dalam firman Allah,
“…Mencegah perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan.” (QS. An-Nahl [16]: 90)
Ketiga pilar inilah yang telah menghantarkan umat islam menjadi sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia dan yang telah melahirkan, melalui manhaj mereka, solusi bagi berbagai problem kehidupan manusia.
Islam adalah Kekuatan
Kekuatan yang dimaksud adalah kemampuan yang berdaya guna, yaitu kekuatan material. Terkadang kekuatan bermakna kekuatan hati yang memotivasi perbuatan tertentu. Motivasi tersebut bisa berupa motivasi instrinsik maupun motivasi ekstrinsik, sebagaimana firman Allah,
“Seandainya saya mempunyai kekuatan untuk menolakmu…” (QS. Hud [15]: 80)
Dan firman Allah,
“Maka bantukah aku dengan kekuatan…” (QS. Al-Kahfi [18]: 95)
Terkadang kekuatan tersebut berupa kekuatan individu berdasarkan pengalaman yang melingkupinya dan pengalaman social yang mendorong pada perbuatan social.
Islam adalah kekuatan dengan berbagai maknanya.
Maka islam adalah kekuatan metafisik yang tercermin dalam keimanan yang mendorong perbuatan. Islam juga kekuatan material yang tergambar dalam perjuangan di jalan Allah. Islam juga kekuatan individu sebagai buah dari berbagai eksperimen yang menyebabkan seorang muslim berpegang pada akhlak islam dalam segala persoalan. Islam juga kekuatan social yang mendorong seluruh individu untuk melakukan kebaikan, mengapresiasi dan mentransformasikannya kepada seluruh umat manusia.
Apabila islam adalah akhlak, sebagaimana dijelaskan di depan, maka islam membutuhkan kekuatan yang menopang dan mendukung akhlak tersebut dalam kehidupan manusia. Akhlak Al-Qur’an, sebagai akhlak seorang muslim, juga membutuhkan kekuatan yang menopang, memperkuat, dan mengangkat nilai-nilainya serta mewajibkan seluruh manusia untuk memeluknya, karena islam merupakan kebenaran yang berasal dari Allah untuk kebaikan umat manusia di dunia dan akhirat. Ini semua termasuk makna kesempurnaan islam.
Jadi, akhlak dan kekuatan merupakan keharusan adanya hingga kehidupan manusia sejahtera.
b. Islam adalah Rahmat (kasih Sayang) dan Keadilan
Islam adalah Rahmat (Kasih Sayang)
Islam adalah rahmat, dalam arti islam mengandung kelemah-lembutan yang mendorong perbuatan ihsan (berlaku baik) kepada orang yang membutuhkan kasih saying. Rahmat Allah adalah ihsan, tetapi tidak bisa disifati dengan riqah (lemah lmbut). Allah telah memfokuskan sikap lemah lembut pada watak manusia dan mengistimewakannya dengan ihsan. Dalam sebuah riwayat disebutkan:
“Sesungguhnya rahmat dari Allah berarti pemberian nikmat dan berlakuan baik, sedangkan rahmat dari manusia berupa sikap lemah-lembut.”
Islam adalah rahmat, dalam arti islam merupakan agama yang memerintahkan danmewajibkan sikap lemah-lembut kepada para pemeluknya. Yakni bersikap lemah lembut dalam memperlakukan sesama manusia serta berlaku baik kepada yang berhak mendapatkannya. Rahmat yang dimaksudkan adalah kasih sayang yang bertujuan untuk membawa umat manusia pada hal-hal yang bermanfaat di dunia dan akhirat dengan kelemahlembutan itu. Apabila dia menyimpang dari kebenaran, kita seharusnya melindunginya dengan memberikan semangat dan menjelaskan akibat-akibat perbuatannya dengan sikap lemah-lembut. Apabila dia menentang, seharusnya kita melindunginya dengan menjelaskan efek penentangan dan akibatnya yang besar. Sesunguhnya seseorang yang menentang kebenaran pada dasarnya telah menentang sifat kemanusiaannya sendiri, masyarakatnya, masa kini, dan masa depan serta apa yang terkandung di dalamnya. Dia, dengan penentangannya, juga akan mengundang bahaya, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain dan begitu juga orang lain akan berbuat sesuatu yang membahayakannya.
Apabila dia sudah berada dalam kebenaran, akan tetapi tidak bersabar dalam menetapinya dan dalam berpegang kepada kebenaran tersebut maka kita harus menjelaskan kepadanya bahwa berpegang pada kebenaran akan disempurnakan dengan sikap saling berwasiat agar menetapi kebenaran dan bersabar memeganginya, karena kekuatan seorang mukmin pada dasarnya adalah beramal saleh, saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran. Demikianlah, sehingga umat manusia akan konsisten apada kebenaran dan bersikap sabar untuk melaksanakannya.
Dengan makna di atas, kita menemukan islam sebagai agama kasih saying, lemah lembut, dan ihsan kepada manusia dengan cara menunjuki manusia kepada itu semua.
Islam dalah Keadilan yang Disertai Kasih Sayang
Keadilan bermakna persamaan antara sesame manusia dalam segala urusan, dengan cara memperlakukan sama antara mereka.
Adil ada dua macam
1. Adil secara mutlak, yang mendorong kebaikan akal, seperti berbuat baik kepada orang yang telah berbuat baik kepadamu dan menghindari menyakiti orang yang juga telah menghindari dari menyakitimu.
2. Keadilan yang ditetapkan oleh Syara’, seperti qishash dan urusyul jinayat.
Maksud pernyataan ‘Islam merupakan keadilan’ adalah bahwa islam memperlakukan sama (antara sesame manusia) dalam hal kebaikan dibalas dengan kebaikan dan kejahatan dibalas kejahatan. Maka seorang yang berbuat baik, menurut keadilan, harus mendapatkan kebaikan dan orang yang berbuat jahat harus mendapat perlakuan jahat.
Seandainya islam hanya rahmat saja tanpa keadilan, hal itu akan menimbulkan keinginan orang jahat (untuk melakukan kejahatan lagi) dan kemalasan orang yang berbuat baik (untuk berbuat baik) dan kehidupan manusia tidak akan dinamis dalam memperbaiki kehidupan dunia dan akhirat mereka.
Inilah indicator komprehensivitas islam dan eksistensinya sebagai system yang menyentuh seluruh kehidupan manusia. Dia adalah rahmat sekaligus keadilan dan dengan keduanyalah kehidupan manusia akan tegak. Ini juga termasuk makna integralitas islam, dalam arti sebagian tidak bisa mengganti yang sebagian, atau islam tidak lagi memerlukan system dan teori-teori lain, karena dia sendiri telah bersifat komprehensif dan integral.
Karena sifat-sifatnya yang komprehensif seperti inilah, Allah menjadikan Islam sebagai agama paripurna dan sempurna serta meridhainya sebagai agama seluruh umat manusia. Berpegang pada manhaj islam akan benar-benar menjadi solusi berbagai masalah masyarakat manusia.
3. Islam adalah Peradaban dan Undang-Undang atau Ilmu dan Hukum
a. Islam adalah Peradaban dan Undang-Undang
Islam adalah Peradaban
Artinya ia merupakan prinsip-prinsip, system, dan manhaj yang ditemukan oleh seorang muslim dengan kejeliannya dan dijumpai oleh bashirah-nya ketika hatinya terbuka oleh hidayah Allah.
Apabila sebuah peradaban, sebagaimana pandangan para sosiolog, adalah lingkungan dengan segala produk material dan immaterial-nya mengandung berbagai perilaku lahir dan batin yang didapatkan dengan cara-cara tertentu dan terdiri dari berbagai ilmu, keyakinan, seni, norma, nilai, undang-undang, dan adat-istiadat yang bersifat turun temurun dari generasi ke generasi, maka islam berdsarkan makna ersebut, merupakan peradaban yang mengandung semuanya. Lebih dari itu, kepercayaan-kepercayaan yang ada dalam islam benar-benar steril dari khurafat dan prasangka, semua tata nilainya pasti baik dan undang-undangnya bukan produk manusia, melainkan syariat, manhaj, dan tatanan Allah.
Sesungguhnya islam sangat kaya dengan unsur-unsur peradaban yan dimaksud oleh para sosiolog, bahkan memiliki kelebihan dalam setiap unsurnya, yaitu setiap unsurnya tidak dapat dimanipulasi oleh manusia, tidak ada ruang untuk bisikan setan, juga bukan dihasilkan oleh inovasidan konfrontasi. Sebaliknya, unsur-unsur tersebut pasti akan menciptakan stabilitas social dan membuka berbagai kebaikan serta menghapus segala debu kekejian, kefasikan, dan kriminalitas.
Islam adalah undang-undang
Berarti islam merupakan kumpulan prinsip-prinsip yang menetapkan dan membimbing perilaku sosial. Apabila undang-undang, menurut para pakar politik dan sosial, menjadi puncak tatanan sosial untuk perilaku manusia, dalam arti membatasi dengan jelas apa yang harus dilakukan dan dihindari oleh individu dan menentukan dengan jelas berbagai hukuman yang akan dijatuhkan atas orang yang melanggarnya, maka islam dapat dianggap sebagai undang-undang yang paling utama dari sisi kemampuan menetapkan dan membimbing perilaku sosial, karena islam memberikan batasan dan bimbingan tidak hanya karena takut hukuman bagi orang yang melanggarnya, akan tetapi menyempurnakannya dengan kesadaran akan tanggung jawab dan dengan keyakinan bahwa Allah Maha Mengawasi dan Menghitung amal. Juga dengan menanamkan keyakinan bahwa apabila seseorang bisa mengabaikan undang-undang maka sesungguhnya dia tidak bisa lepas dari pengawasan Tuhan semesta alam dalam kondisi apapun.
Sesungguhnya undang-undang dalam islam member peluang terbentuknya sebuah peradaban sebagaimana memberi pengarahan kepada masyarakat dan dengan itu terciptalah kehidupan islami.
Peradaban saja belum cukup, ia masih membutuhkan undang-undang yang mengaturnya. Begitu juga, undang-undang saja belum cukup, ia perlu didukung oleh back ground peradaban yang menopangnya.
Demikianlah saya menjelaskan bahwa islam adalah peradaban, sekaligus undang-undang.
b. Islam adalah Ilmu dan Peradilan
Islam adalah Ilmu
Ilmu ada dua, teoritis dan praktis. Ilmu teoritis apabila sudah diketahui maka sudah dianggap sempurna, seperti ilmu tentang alam semesta. Sedang ilmu praktis tidak akan sempurna sebelum diamalkan, seperti ilmu tentang ibadah.
Dari segi lainnya, ilmu juga dibagi menjadi dua macam, yaitu ilmu aqli dan ilmu sam’i. ilmu aqli adalah ilmu yang didapatkan dengan akal, sedangkan ilmu sam’i didapat melalui wahyu. Islam adalah ilmu dengan keseluruhan maknanya.
Apabila ilmu, menurut para sosiolog, merupakan sekumpulan pengetahuan, prinsip, dan generalisasi yang berhubungan dengan realitas lahir dan berdiri berdasarkN observasi dan eksperimentasi serta tidak ditambah dengan tendensi individu atau pendapat-pendapat pribad. Apabila ssatuan-satuan ilmu memiliki urutan vertical: ilmu logika, matematika, ilmu gerak, ilmu mekanika, ilmu-ilmu pasti, ilmu falak, geologi, kimia, psikologi, dan sosiologi. Apabila makna ilmu dan satuan-satuannya seperti itu, maka islam adalah ilmu, dalam arti islam merupakan sekumpulan pengetahuan dan prinsip-prinsip umum yang berhubungan dengan kehidupan. Islam menyeru untuk belajar, mendalami seluruh ilmu dan memandang ilmu sebagai alat untuk memberdayakan manusia dalam mengambil manfaat dari apa saja yang telah ditundukkna Allah untuknya dalam hidup ini. Islam juga menuntut seorang muslim untuk mempelajari ilmu seraya menunjukkan media yang disyariatkan menuju ilmu tersebut. Islam justru melarang setiap Muslim meninggalkan mencari ilmu sampai bertemu Allah.
Islam, jelas merupakan ilmu menurut makna ini, yakni ilmu tentang sesuatu yang memperbaiki manusia dan yang merusak mereka, sesuatu yang memperbaiki kehidupan dunia dan yang merusaknya serta ilmu tentang prinsip-prinsip dan teori-teori yang dianggap paling utama dalam kehidupan manusia.
Demikianlah kita menemukan islam sebagai ilmu pengetahuan dengan keseluruhan makna tersebut.
Islam sebagai Hukum (Qadha)
Hukum adalah pemutus perkara, baik secara verbal maupun perbuatan.
Kedua hokum tersebut masing-masing dibagi menjadi dua:
1. Qadha’ Ilahi (hokum ilahi), yaitu perintah Tuhan, sebagaimana tertuang dalam firman-Nya: “Tuhanmu memerintahkan agar kamu tidak menyembah kecuali kepada-Nya.” (QS. AL-Isra’ [17]: 23)
2. Qadha Basyari (Hukum manusia), seperti keputusan hokum
Islam adalah hokum, dalam arti islam dan prinsip-prinsip serta tata nilai yang dikandungnya mampu memutuskan berbagai perkara, baik perkara sosial, politis, ekonomi, pemikiran, maupun peradaban, bahkan segala perkara yang berkaitan dengan kehidupan manusia dengan segala aspeknya.
Islam adalah hukum yang terbangun atas dasar ilmu pengetahuan.
Islam adalah ilmu dan hukum dan masing-masing dari keduanya tidak terpisahkan dari yang lain, sebagaimana telah kami jelaskan. Maka tak ada keputusan hukum tanpa ilmu dan tidak ada ilmu tanpa didukung hukum sehingga semua perkara dapat diputuskan secara tematis dan tanggung jawab.
Hal ini juga mendukung sistematisasi dan komprehensivitas islam dalam segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia. Ini menegaskan pernyataan Imam Mu’assis: “Sesungguhnya islam adalah sistem komprehensif yang menyentuh seluruh aspek kehidupan.”
4. Islam adalah Materi dan Harta atau Usaha dan Kekayaan
a. Islam adalah Materi dan Harta
Islam adalah Materi
Materi adalah segala sesuatu yang menjadi bahan bagi sesuatu yang lain dan segala zat yang memiliki masa dan volume serta membutuhkan ruang.
Materi sesuatu berarti pokok-pokok dan unsur-unsur sesuatu tersrbut, baik yang bersifat indriawi maupun maknawi, seperti materi kayu dan materi pembahasan ilmiah.
Materi perundang-undangan berarti perangkat yang memuat berbagai hokum.
Kemudian yang dimaksud dengan islam sebagai materi adalah bahwa islam bukan hanya memuat makna-makna yang maknawi saja, akan tetapi juga memuat hal-hal material, karena kehidupan manusia tidak akan baik dan stabil tanpa keduanya, bahkan kehidupan tidak aka nada tanpa keduanya dan islammerupakan agama kehidupan.
Apabila materi berupa wujud, bukan bersifat aqli, maka islam mengandung hal-hal yang bersifat matrial dan aqliah sekaligus. Hal itu karena kehidupan manusia tidak akan tegak tanpa keduanya dan islam sendiri merupakan agama kehidupan, sebagaimana telah kami jelaskan atau bahkan menjadi manhaj hidup paling utama.
Apabila materi berupa pokok-pokok dan unsur-unsur sesuatu, baik yan indriawi maupun maknawi, maka islam secara global terdiri dari unsur-unsur kehidupan manusia dan pokok-pokoknya. Dalam arti bahwa kehidupan tidak terlepas dari islam sehingga kehidupan ini memberi manfaat kepada manusia, berada di atas rel yang benar hinga diridhai Allah dan manusia mendapat balasan yang terbaik.
Apabila kehidupan manusia berdiri atas materi dan jiwa maka islam tidak hanya bersifat spiritual saja, akan tetapi juga memiliki makna kehidupan material manusia serta mengarahkannya dengan sebaik-baiknya.
Islam sebagai Harta (Tsarwah)
Tsarwah, secara etimologis bermakna harta atau manusia yang banyak. Makna ini terdapat dalam sebuah hadits: “Allah tidak mengutus seorang nabi setelah Luth kecuali dari kalangan kaumnyayang memiliki banyak harta (kaya).”
Tsarwah, dalam ilmu ekonomi, adalah harta yang menerima kepemilikannya (bisa dimiliki) dan mempunyai nilai yang terbatas kuantitasnya.
Apabila dikatakan tsarwah qaumiyyah, maka terma tersebut bermakna sejumlah kekuatan yang dihasilkan dalam Negara tersebut. Makna ini sebaaimana dijelaskan oleh Majma Lughah Al-Arabiyyah (Lembaga Bahasa Arab di Mesir).
Dalam ilmu ekonomi disebutkan bahwa harta terbagi menjadi dua:
1. Harta personal, yaitu berbagai fasilitas untuk memenuhi kebutuhan, baik berupa mata uang maupun hak-hak atas orang lain
2. Harta sosial, yaitu berbagai sumber daya alam dan nilai uang yang dimiliki bersama, seperti fasilitas umum, jalan, dan sebagainya.
Dalam sebagian makna, harta terkadang bersifat material, seperti modal, namun harta tersebut bias dimiliki untuk memenuhi kebutuhan ketika dialokasikan pada daya produktivitas sesuatu yang memilki nilai ekonomis.
Islam adalah harta, berarti islam adalah agama yang mampu mewujudkan pemenuhan kebutuhan individu dan sosial, baik yang bersifat material, maknawiyah, jasadiyah, spiritual, maupun intelektual. Maka islam merupakan harta yang tidak tertandingi oleh harta manapun dan islam mewajibkan memelihara, mengembangkan, dan mengalokasikan harta material tersebut untuk pelayanan individu dan sosial, baik berasal dari harta individu maupun sosial.
Barangkali dalam teori harta yang komprehensif ini terdapat sesuatu yang mampu menjawab tuduhan bahwa agama-agama pada umumnya dan khususnya Islam berdiri atas dasar isolasi dari hal-hal yang bersifat material. Pemikiran tersebut jelas keliru. Meskipun misalnya bisa mengenai satu agama atau mazhab tertentu, maka tidak akan bisa mengenai Islam, karena Islam adalah sistem yang menyentuh seluruh aspek kehidupan. Tidak diragukan lagi bahwa termasuk aspek kehidupan adalah hal-hal yang bersifat material, harta, sumber daya alam, dan energi. Maka Islam harus mencakup semuanya serta mengatur dan mengarahkan pada tujuan dan media pencapaiannya.
Saya tidak menganggap prasangka terhadap sebagian agama dengan sikap menjauhkan diri dari kenikmatan dunia melebihi prasangka yang tidak memiliki dalil. Hal ini karena agama-agama samawi yang datang dari Allah tidak melalaikan sisi material kehidupan. Bagaimana dia melalaikan, sedang kehidupan sendiri tidak akan berdiri tanpanya. Selanjutnya tidak mungkin bisa dibayangkan bahwa suatu agama menyia-nyiakan harta.
Islam adalah materi dan harta, dalam arti Islam menghargai timbangan yang benar bagi segala sesuatu yang bersifat material dalam hidup manusia dan memberdayakan harta dengan sebaik-baiknya untuk kebaikan kehidupan manusia.
b. Islam adalah Usaha dan Kekayaan
Islam adalah Usaha
Usaha adalah sesuatu yang ditekuni oleh manusia, menarik kemanfaatan dan menghasilkan bagian, seperti usaha untuk memperoleh harta. Sesekali ada usaha yang dianggap orang menarik kemanfaatan, tetapi kemudian dapat menarik bahaya juga. Di dalam hadits, ketika Rasulullah ditanya,
“Pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri.”
Dalam riwayat yang lain beliau mengatakan,
“Sesungguhnya sebaik-baiknya yang dimakan seseorang datang dari hasil pekerjaannya sendiri dan sesungguhnya anaknya adalah dari pekerjaannya juga.”
Usaha di sini mencakup usaha ukhrawi yang ditekuni oleh manusia. Para pakar ekonomi juga memiliki definisi tentang usaha, yaitu harta yang diperoleh seseorang melalui bekerja tanpa bantuan modal.
Islam adalah usaha, berarti islam memerintahkan manusia untuk bekerja dan berusaha dan menekankan agar tidak hidup menjadi beban orang lain. Hal itu karena islam menghormati pekerjaan dan mengangkat nilainya dan nilai orang yang melakukannya, juga menegaskan bahwa para nabi pun adalah para pekerja yang memiliki usaha.
Islam adalah usaha, berarti bahwa dalam memeluk dan menekuni manhaj dan sistem islam, sama dengan menggali kemanfaatan bagi umat manusia di dunia dan akhirat. Islam tidak memberi toleransi kepada seseorang untuk berpangku tangan dari pekerjaan dan usaha dengan menunggu hujan emas dan perak dari langit, sebagaimana terdapat dalam kata mutiara dari Umar bin Kaththab. Menurut islam, setiap manusia diwajibkan bekerja, bertaqwa kepada Allah sesuai ilmunya, memperbaiki pekerjaannya, mencari bekal yang memberikan manfaat kepadanya di dunia dan akhirat. Hal ini juga menegaskan bahwa islam merupakan sistem yang menyentuh seluruh aspek kehidupan.
Islam adalah Kekayaan
Adapun islam disebut kekayaan, sebab kekayaan memiliki tiga makna, yaitu.
1) Kaya, tidak membutuhkan segala sesuatu. Sifat ini hanya milik Allah. Dia Maha Kaya dengan makni ini, bahkan hanya Dia sendiri yang memiliki sifat kaya seperti ini.
2) Kaya, tidak membutuhkan sebagiannya, sebagaiman yang ditunjuk dalam firman-Nya,
“Dan Dia menemukan dirimu (Muhammad) papa, kemudian Dia membuatmu kaya.” (QS. Dhuha[93]: 8”
Termasuk juga sabda Rasulullah,
“Kekayaan yang sesungguhnya adalah kaya hati,” yakni tidak membutuhkan sebagian kebutuhan
3) Kaya dalam arti banyaknya teknik (cara) yang dimiliki manusia.
Menurut makna di atas, islam adalah kekayaan, baik dalam arti konteks usaha sebagaiman penjelasan terdahulu maupun dala mkonteks materi dan harta. Semuanya tercakup dalam komprehensivitas islam, bahkan dapat ditegaskan bahwa islam secara detail mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Segala tuduhan yang ditujukan kepada islam yang menyelisihi makna itu semua, hanyalah tuduhan yang dilakukan oleh orang-orang yang iri, yang hendak mengaburkan manhaj dan system islam, tuduhan yang tidak didasari dalil, baik dalil aqli maupun dalil naqli, dan tidak ada sandaran historis tentang perilaku kehidupan islami dalam kurun waktu yang relative anjang, yang islam menghidupkan seluruh aspek kehidupan dengan manhaj dan sistem Allah.
Termasuk kelemahan tuduhan-tuduhan keji ini adalah dia hanyalah tuduhan semata, mengingat hal ini selamanya memerlukan dalil yang belum pernah ada di masa lalu dan tidak akan mungkin ada, baik di masa sekarang, maupun akan dating, selama islam masih tetap islam.
5. Islam adalah Jihad dan Dakwah atau Tentara dan Fikrah
a. Islam adalah Jihad dan Dakwah
Jihad dan mujahadah adalah mengerahkan segenap kemampuan untuk menahan musuh. Jihad dibagi menjadi 3 macam:
1. Memerangi musuh yang tanpak
2. Memerangi musuh yan tidak tampak, yaitu setan
3. Memerangi hawa nafsu
Semua bentuk jihad di atas tercakup dalam firman Allah,
“Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan sebenar-benarnya.” (QS. Al-Hajj [22]: 78)
Dalam firmannya,
“Dan berjihadlah kamu dengan hartamu dan jiwamu di jalan Allah.” (QS. At-Taubah [9]: 41)
Rasulullah juga pernah bersabda,
“Perangilah hawa nafsumu sebagaimana kamu memerangi musuhmu.”
Islam adalah jihad
Berarti islam memerangi setan dan hawa nafsu yang senantiasa menyuruh pada kejelekan, juga memerangi semua musuh islam.
Jihad, dengan ketiga makna di atas, berlangsung sampai hari kiamat. Artinya tidak akan pernah gugur selamanya sampai terjadinya kiamat, karena Allah telah memerintahkannya sebagaimana dijelaskan oleh ayat-ayat di atas dan karena islam merupakan agama kebenaran dan pasti selalu berhadapan dengan musuh-musuh kebenaran kapan pun dan di mana pun. Tidak ada cara lain menahan musuh-musuh ini kecuali dengan jihad. Kmai telah menjelaskan panjang lebar tentang jihad dalam buku kami Fiqhud-Da’wah ila Allah. Maka mereka yang ingin mendalami item-itemnya hendaklah membaca buku tersebut.
Apabila umat islam berpangku tangan dari jihad dengan ketiga pola di atas maka mereka semua telah berdosa dan berbuat maksiat kepada Allah, karena Dia telah memerintahkan jihad. Mereka telah lemah dan kerdil, sementara musuh telah berobsesi umtuk menyambar mereka dari berbagai arah, sebagaimana fenomena sekarang. Kelumpuhan yang dialami dunia islam tidak memiliki sebab yang lebih penting daripada meninggalkan jihad di jalan Allah dan menyia-nyiakan kewajiban tersebut, yang sebenarnya member motivasi pada ilmu, amal, dan kesabaran.
Islam adalah Dakwah
Artinya, islam adalah ajakan kepada Allah atau ke jalan yang haq dan ibadah kepada Allah satu-satu-Nya sesuai dengan apa yang telah disyariatkan. Islam juga merupakan seruan kepada kebaikan dan hidayah, melakukan yang ma’ruf dan menghentikan segala kemungkaran.
Islam mempekerjakan setiap muslim, putra dan putrid untuk menyeru kepada Allah. Selama seorang da’i memiliki pengetahuan terhadap apa yang diserukannya maka dakwah hukumnya wajib baginya. Hal ini dapat dipahami melalui firman Allah yang ditujukan kepada nabi-Nya,
“katakanlah, ‘Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku, yaitu menyeru pada (agama) Allah berdasarkan ilmu (bashirah).” (QS. Yusuf [12]: 108).
Ayat ini mewajibkan kepada para pengikut Nabi Muhammad, baik laki-laki maupun perempuan, untuk menyeru kepada Allah. Apabila dia tidak melakukannya maka dia tidak mengambil jalan Rasulullah sebagai jalannya.
Jihad itu sendiri, dengan ketiga pengertiannya, adalah aktivitas dakwah. Jihadun nafsi untuk membersihkan diri dari keinginan hawa nafsu. Bersikap konsisten pada kebenaran dan perintah Allah adalah dakwah (seruan) ke jalan Allah. Allah berfirman,
“Adapun orang-orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan mencegah dirinya dari hawa nafsu, maka surgaah tempatnya.” (QS. An-Nasi’at [79]: 40)
Sedangkan jihad melawan setan, yan menjadi musuh setiap manusia, merupakan dakwah yang pokok, Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam islam secara kaffah dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya di bagimu adalah musuh yang nyata.” (QS. Al-Baqarah [2]: 208)
Kemudian jihad menghadapi musuh juga merupakan seruan ke jalan Allah, karena musuh di sini adalah musuh kebenaran, musuh Allah, musuh islam, dan kaum muslimin. Allah berfirman,
“sesungguhnya orang-orang mukmin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian tidak ragu lagi dan mau berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah, mereka adalah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat [49]: 15)
Jihad melawan musuh mengandung makna dakwah kepada Islam, karena dia memiliki apa yang dimiliki umat islam dan berkewajiban apa yang diwajibkan atas umat islam. Barangsiapa menolak, apabila ia dari kalangan ahli kitab mka ia dibiarkan dan tidak dipaksa memeluk agama (islam) dengan kewajiban membayar jizyah (upeti) bila dia hidup di bawah naungan Negara islam. Apabila dia membangkang maka diperangi setelah diberi peringatan terlebih dahulu. Apabila dia bukan dari golongan ahli kitab maka diberi peringatan terlebih dahulu, jika membangkang, diperangi. Pemberian peringatan, dalam kedua kondisi tersebut, tiada lain karena islam tidak akan menipu seseorang, tidak akan menikam dari belakang dan mengkhianati serta tidak akan memaksa seseorang untuk masuk ke dalamnya.
b. Islam adalah Tentara dan Fikrah
Islam adalah Tentara
Tentara, menurut bahasa modern, bermakna kekuatan darat yang dipersenjatai yang tunduk kepada peraturan. Kemudian “tentara” mencakup kekuatan udara dan laut.
Umar bin Kaththab adalah orang pertama yang mendirikan kantor dan peraturan bagi tentara di dunia islam. Sedangkan di masa Nabi, tentara mencakup setiap orang islam yang mampu berperang di jalan Allah. Oleh karena itu, islam dan seluruh individu yang memeluknya, berperan sebagai tentara yang memiliki semua fasilitas tentara dan spesialisasinya serta menghimpun seluruh individu yang mampu berperang namun islam melewatkan orang-orang yang memang mempunyai uzur.
Hal itu berarti bahwa islam adalah kekuatan, karena tentara adalah kkuatan. Akan tetapi islam menjadikan kekuatan tersebut sebagai kekuatan bekerja untuk kebenaran dan bukan kekuatan permusuhan atau dominasi atau ekspansi wilayah atas orang lan. Islam adalah kekuatan yang menjaga manusia dari dirinya dan setan, dan musuhnya yang berbuat aniaya kepadanya.
Di dalam islam, rekruitmen anggota tentara tidak dilakukan dengan paksaan kecuali dalam kondisi darurat, karena jihad di jalan Allah merupakan ibadah untuk mendekatkan manusia kepada Tuhannya dan agar kalimat Allah tetap menjadi yang tertinggi dengan berorientasi pada pahala di sisi-Nya. Kecuali bila kondisi darurat, islam memaksa seluruh orang yang mampu untuk berperang dengan perintah seorang penguasa muslim.
Sesungguhnya islam, dengan makna ini, adalah tentara yang kuat yang akan mampu menjaga prinip dan nilai-nilai akhlak utama yang dibawa islam, menyebarluaskannya kepada seluruh umat manusia, memrangi kejahatan, kebatilan, dan kemungkaran, karena semua itu adalah bencana yang membahayakan dan merendahkan masyarakat.
Tentara islam berdiri dengannya, dan dengan itu memberi peluang kepada manusia untuk mendapatkan kehidupan mulia yang sesuai dengan martabatnya dengan mengikuti cara yang telah dirancangkan oleh islam untuk segala urusan kehidupan dan di dunia dan akhirat.
Tentara Islam juga membentengi umat Islam dari musuh-musuhnya yang serakah dan berbuat aniaya, baik musuh tersebut bersifat fisik yang menjelajahi bumi atau bersifat nonfisik yang mencakup manhaj dan sistem, karena semua musuh ini harus ditahan oleh tentara Islam.
Islam adalah Fikrah
Al-fikr dan al-fikrah menurut bahasa berarti menggunakan daya nalar dalam suatu perkara.
Al-fikrah juga berarti kekuatan menggerakkan pengetahuan untuk sampai kepada yang diketahui.
Al-fikr adalah fenomena rasional yang dihasilkan dari aktivitas berfikir berdasarkan usaha, analisis, dan generalisasi. Pemikiran berbeda dari perasaan, karena berpikir merupakan aktivitas. Berpikir juga tidak sama dengan ‘berkehendak’ yang cenderung menguatkan sesuatu berdasarkan hukum-hukum penilaian.
Islam adalah fikrah yang tegak di atas tauhid, yakni pengesaan Allah swt. sebagai –satu-satunya Tuhan. Ia juga tegak di atas keimanan kepada-Nya, kepada para malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir, dan kepada qadar-Nya yang baik dan buruk.
Islam adalah fikrah yang mewajibkan pemeluknya untuk bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah saja dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah jika mampu.
Islam adalah fikrah yang mewajibkan pemeluknya berlaku adil, ihsan, menyuruh yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, jihad fi sabilillah agar kalimat Allah tinggi, dan mengambil manhaj Islam dalam segala perkara kehidupannya.
Islam adalah fikrah, dalam arti ia merupakan manhaj yang mencakup segala aspek kehidupan manusia –seperti telah kami jelaskan. Fikrah ini wajib disampaikan kepada segenap manusia di setiap waktu dan tempat. Untuk bisa menyampaikannya maka merupakan keharusan adanya dakwah, amal, aturan, dan jihad dengan macamnya yang tiga, seperti telah dijelaskan pula.
Artinya, setiap potensi individu harus difungsikan, demikian pula kekuatan “tentara” pengawal fikrah ini. Dengan satu tujuan yaitu menyeru manusia agar menghamba kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya, yang sesuai dengan syariat wakyu yang disampaikan kepada penutup para nabi, Muhammad saw.
6. Islam adalah Aqidah yang Lurus dan Ibadah yang Benar
a. Islam adalah Aqidah yang Lurus
Aqidah adalah keyakinan, yaitu prinsip yang dipegangi oleh manusia dan diimani kebenarannya.
Islam adalah aqidah, dalam arti Islam merupakan prinsip yang mencakup unit-unit pokok yang menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Seorang Muslim wajib mengimaminya, meyakini kebenarannya, dan mati di jalan-Nya.
Fondasi aqidah islamiah adalah keyakinan akan adanya Allah, menyifati-Nya dengan sifat-sifat-Nya, menyebut-Nya dengan asma-asma-Nya, dan mengesakan-Nya sebagai ilah dan rabb. Tauhid ini akhirnya bercabang menjadi beberapa bagian, yaitu:
- Beriman kepada para malaikat, kitab-kitab, dan rasul-rasul. Artinya meyakini eksistensi mereka dan bahwa mereka dari sisi Allah serta mengemban berbagai tugas yang telah dan akan mereka lakukan, juga dengan meyakini akan kebenaran dan amanah mereka. Serta meyakini pula bahwa mereka diutus oleh Allah untuk kebaikan manusia dalam hidup di dunia dan akhirat.
- Beriman kepada hari akhir dan segala peristiwa di dalamnya.
- Beriman kepada qadha’ dan qadar, yang baik maupun yang buruk.
- Mengucapkan dua kalimat syahadah: ‘Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah” dan mengamalkan kandungannya serta keharusan mengamalkan rukun-rukun Islam lain, seperti shalat, puasa, dan sebagainya.
- Melaksanakan keadilan dan ihsan.
- Melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar.
- Melaksanakan jihad fi sabilillah.
- Konsisten pada manhaj dan sistem Islam dalam kehidupan.
Islam adalah aqidah yang mengandung itu semua, yaitu keyakinan yang benar semua isinya. Tanda kebenaran aqidah ini adalah bahwa dia datang dari Allah dan relevan untuk segala masa dan tempat, tidak ada kebatilan datang dari depan dan belakangnya, dan bahwa orang yang berpegang kepadanya berarti telah mewujudkan kebaikan hidupnya di dunia dan akhirat, sekalipun zaman berlalu lama, tempat telah berbeda, dan perubahan-perubahan telah terjadi.
Islam adalah aqidah yang benar yang telah teruji kebenarannya dalam sejarah. Sekiranya umat Islam beriman kepadanya, mengamalkan kandungannya dalam berbagai perkembangan sejarah tanpa melalaikan atau merusak sedikitpun unsur-unsurnya maka mereka telah menjadi besar, mendapat kemenangan, dan memenuhi dunia dengan keadilan dan kesentosaan.
b. Islam adalah Ibadah yang Benar
Islam adalah ibadah, berarti Islam berdiri atas dasar ibadah kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya sesuai dengan apa yang telah disyariatkan kepada Rasul-Nya Muhammad saw.
Ibadah adalah berbagai bentuk perbuatan dan perilaku, baik mengerjakan maupun meninggalkan. Pada dasarnya, ibadah merupakan ungkapan keyakinan yang ada di hati seorang Muslim. Ibadah dengan maknanya yang umum, di samping berupa kewajiban-kewajiban, juga mencakup berbagai perbuatan keseharian ketika diniatkan untuk mencari ridha Allah. Ia bermakna pula berbagai perbuatan yang tercakup dalam ibadah yang diwajibkan oleh Islam untuk dilaksanakan, yaitu ibadah yang benar, terbebas dari cacat dan penyimpangan, dan tidak menerima berbagai kebatilan.
Demikianlah ibadah menurut Islam karena ibadah itu dari Allah dan telah diperinci dengan detail dalam syari’at Islam yang menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, juga meliputi seluruh kewajiban yang harus dilaksanakan atau hak-hak yang harus dipenuhinya.
Oleh karena sebagian orang terkadang memisahkan antara aqidah dan ibadah yang benar maka mereka memandang bahwa aqidah adalah sesuatu yang berdiri sendiri yang tidak berkaitan dengan ibadah atau amal. Sebab itu, Imam Mu’assis ingin menghilangkan pemahaman keliru ini dan mengingatkan mereka dan orang-orang lalai yang lain, kemudian beliau menegaskan bahwa Islam, di samping berupa aqidah yang lurus, juga merupakan ibadah yang timbul dari aqidah yang lurus tersebut.
Makna yang dikehendaki oleh Imam adalah menegaskan bahwa aqidah, sekalipun lurus, tidak akan bermakna bila tidak diungkapkan dengan ibadah yang benar, sesuai dengan syariat Allah.
Begitu juga ibadah, sekalipun sudah dilakukan oleh hamba-hamba dengan serius, bila tidak tumbuh dari aqidah yang lurus maka ia hanya fatamorgana yang tidak bermakna apa-apa.
Inilah makna sawa-un bi sawa-in (tidak kurang tidak lebih). Wallahu ‘alam.