09 November 2008

BERKORBAN UNTUK KEMENANGAN

Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang memberi perbekalan kepada orang yang akan berperang maka sungguh dia telah (turut) berperang. Dan siapa yang memberikan bekal bagi keluarga yang ditinggalkan (oleh orang yang berjihad) maka sungguh ia telah (turut) berperang.” (Muslim)
Sabdanya pula, “Jihad yang utama adalah perkataan yang benar (dalam riwayat lain: perkataan yang adil, pen.) di hadapan penguasa zalim.” (At-Tirmidzi dan Al-Hakim)
Hadits ini memberikan apresiasi kepada siapa saja yang memberikan kontribusi dan tadhhiyyah (pengorbanan) bagi kemenangan dakwah. Ternyata yang mendapat posisi sebagai orang yang berjihad tidak hanya orang-orang yang terjun langsung di medan laga melainkan semua pihak yang turut mensukseskan proyek dakwah dan jihad itu. Hadits ini juga membuka fikiran kita tentang betapa banyaknya peluang kita untuk bertadhhiyyah.
Pada dasarnya tadhhiyah adalah tuntutan dalam segala upaya untuk mencapai tujuan. Tadhhiyah tentu saja dibutuhkan bukan saja di kancah pertempuran fisik (qital) melainkan juga dalam jihad siyasi (jihad dalam kancah politik) yang tengah kita dengung-dengungkan hari-hari ini. Karena jihad siyasi kita dapat memperkokoh eksistensi dakwah dalam kehidupan. Semakin tegas perlunya pengorbanan dalam jihad siyasi ini jika kita mengingat hal-hal berikut ini:
Pertama, dakwah tidak boleh surut walau selangkah dan pantang surut walau sejenak. Karenanya para pecinta keadilan harus mengobankan apa pun yang dimiliki untuk eksistensi dakwah di segala lini termasuk lembaga legislatif. Dakwah istirahat berarti membiarkan kebatilan semakin merajalela. Karenanya seorang pecinta keadilan akan menjadikan dakwah sebagai agenda utama dan yang lainnya hanyalah agenda ikutan. Perhatikan, betapa para penyebar kerusakan dan pecinta penyimpangan serta kebusukan tidak pernah berhenti melakukan perusakan dan penghancuran tatanan kehidupan bangsa. Siang dan malam mereka membuat makar. Allah swt. menerangkan:
“Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “(Tidak), sebenarnya tipu daya (mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya”. Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab. Dan kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan”. (Saba: 33)
Kedua, kemenangan dakwah memang berada di tangan Allah swt. Akan tetapi, tidak boleh dilupakan bahwa salah satu asbab kemenangan yang berada dalam jangkauan kemapuan manusia adalah kekuatan finansial. Makanya kita temukan dalam Quran berkorban dengan jiwa selalu digandengkan dengan berkorban dengan harta. Perhatikan firman Allah swt., “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” (An-Nisa: 95)
Rasulullah saw. pernah mengoreksi Basir Bin Al-Khashashiyyah yang siap berbai’at kepadanya dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam kecuali jihad dan shadaqah. Maka Rasulullah saw. megatakan kepadanya, “Tanpa shadaqah dan tanpa jihad? Lalu dengan apa kamu akan masuk surga?”
Ketiga, jihad siyasi bukan hanya berkonsekuensi musara’ah fil-khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) akan tetapi juga wajib melaksanakan mushara’atul-bathil (bertarung melawan kebatilan). Allah swt. menegaskan, “Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 217)
Keempat, jihad siyasi bertujuan mengajak semua pihak agar mengabdi kepada Allah dan tunduk patuh terhadap segala aturannya; agar pengelolaan kehidupan bernegara dan bermasyarakat didasarkan pada wahyu ilahi. Karenanya, pasti akan ada orang-orang yang merasa terancam dengan dakwah kita. Dari awal dakwahnya, Rasulullah saw. sudah mendapat penentangan dan hadangan dari orang-orang yang merasa terganggu atau terancam oleh seruannya. Tapi Allah malah memerintahkan Rasulullah agar tetap tergar, istiqomah, dan senantiasa memegang risalah Allah. “Dan pegang teguhlah apa yang telah diwahyukan kepadamu karena sesungguhnya engkau berada di jalan yang lurus.” (Az-Zukhruf: 43)
Kalau kita ingin menegakkan keadilan tapi tidak mau ada orang yang tidak suka kepada kita, lalu kita hanya menampilkan yang menyenangkan semua pihak, kita sebetulnya tidak sedang menegakkan keadilan. Rasulullah saw. sendiri diingatkan oleh Allah swt., “Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 67)
Tentu saja segala pengorbanan itu tidak akan sia-sia. Allah akan membeli segala yang dipersembahkan oleh orang beriman dengan surga. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (At-Taubah: 111)
Sungguh besar kasih sayang dan penghargaan Allah kepada orang yang mau berkorban. Harta dan jiwa adalah milik Allah. Dia berikan kepada manusia sebagai modal dalam percaturan hidup. Yang mau mengorbankannya dalam rangka mencari rido Allah mendapat laba yang tidak tertandingi oleh harga apa pun: surga! Dan karenanya, pengorbanan dengan kedua hal itu dijadikan-Nya sebagai indikator adanya keimanan sejati. Firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang sejati (imannya).” (Al-Hujurat: 15)
Ummu Harom Bintu Milhan adalah salah satu contoh dalam tadhhiyyah. Saat Rasulullah saw. menceritakan bahwa dirinya bermimpi tentang sejumlah kaum Muslimin yang berperang melintasi laut, Ummu Haram mengatakan, “Ya Rasulullah, doakanlah saya kepada Allah agar menjadikan saya sebagai bagian dari pasukan itu.” Rasulullah saw. menyahut, “Engkau termasuk rombongan pertama.” Dan benar saja, jauh setelah meninggal Rasulullah saw. yakni pada masa Utsman Bin ‘Affan, Ummu Harom masuk dalam pasukan perang pertama yang diutus oleh khalifah ke Cyprus. Dan di negeri itulah wanita mulia itu mendapatkan penghargaan dari Allah swt.: mati syahid.
Abu Ayyub Al-Anshari –semoga Allah meridoinya- mengisahkan, “Setelah Allah memberikan kejayaan kepada Islam, para pengikutnya bertambah banyak, maka kami saling berbisik sesama kami, ‘Harta kita sudah ludes dan Allah sudah memenangkan Islam. Bagaimana kalau kita cuti sejenak dari jihad untuk mengurusi kembali urusan bisnis, ladang, ternak.’ Lalu mereka menghadap kepada Rasulullah saw. untuk mengajukan izin cuti dari jihad dan pengorbanan. Lalu turunlah ayat Allah swt., “Dan berinfaklah kalian di jalan Allah. Dan janganlah kalian mencampakkan diri kalian ke dalam kebinasaan.” (Al-Baqarah: 195). Abu Ayyub selanjutnya menjelaskan, “Kebinasaan adalah bila kami terbelenggu dengan harta dan meningalkan jihad.”
Memperhatikan penjelasan Abu Ayyub itu kita dapat menyimpulkan bahwa ayat di atas ditujukan bukan kepada orang-orang yang sedang berpangku tangan bertopang dagu. Melainkan justeru kepada para sahabat yang telah habis-habisan berjuang, berdakwah, dan berjihad. Jadi pesan tegas ayat itu adalah memerintahkan kaum Muslimin untuk tidak berhenti melakukan pengorbanan. Maka kita pun menemukan dalam sejarah sikap mental yang teramat indah pada diri para sahabat nabi: siap berkorban dengan apa saja demi tegaknya kalimatullah.
Jika mencermati tadhhiyyah mereka yang tak kepalang tanggung itu, mudahlah kita memahami mengapa mereka mendapat kemenangan demi kemenangan dalam dakwah dan jihad. Di tangan mereka banyak hati manusia yang menjadi terbuka untuk menerima hidayah Allah swt. Mereka telah mempersembahkan apa pun yang mereka miliki. Lalu Allah pun menganugerahkan apa yang mereka inginkan.

Bekal pejuang sejati

Ada sebagian orang yang berputus harapan dalam perjuangan dakwah Islam, karena fenomena ketidakmampuan umat Islam dalam hal kekuatan material, seraya mengatakan: “Bangsa-bangsa Timur tidak akan mampu bangkit dan berpacu dengan bangsa-bangsa Barat, karena mereka tidak memiliki kekuatan fisik yang memadai untuk perjuangan mereka, seperti dana, sarana tempur, prasarana dakwah dan sebaginya. Lain halnya dengan Barat yang memiliki sejumlah kekuatan fisik dengan perkembangan teknologi yang begitu sangat canggih”.
Peryataan itu bisa benar tapi yang jelas banyak salahnya. Namun kita tidak dapat menyalahkan asumsi seperti itu, karenan mereka telah melupakan satu hal yang amat penting, bahwa ada kekuatan yang terpenting dalam perjuangan dakwah Islam, yaitu kekuatan spiritual; akhlak luhur, jiwa mulia, kebenaran akidah dan ideologi, pengetahuan tinggi, tekad sekuat baja, semangat pengorbanan, kesatuan fikrah -pemikiran-, kesetiaan rasional dan loyalitas yang proporsional, semuanya modal utama dalam perjuangan.
Seyogianya orang-orang Timur menyadari, bahwa sesungguhnya Barat telah merampas haknya dan menghancurkan hidupnya. “Jika mereka menyadari akan haknya tersebut, kemudian berusaha merubah diri sendiri, membangun kekuatan spiritual yang dahsyat dan membina keluhuran budi pekerti, niscaya sarana-sarana kekuatan fisik itu dengan sendirinya akan datang kepada mereka dari berbagai arah. Sungguh terlalu banyak lembaran sejarah yang membuktikan akan hal itu.”
Para pejuang dan aktifs dakwah sejati meyakini ini sepenuhnya. Keyakinan itulah yang mendorong mereka untuk terus mensucikan hati, menguatkan jiwa dan meluhurkan budi pekerti. Keyakinan itu pulalah yang mendorong mereka untuk terus berjuang menyebarkan dakwah, memahamkan umat manusia akan hakikat misi dan ideologi yang mereka seru, kemudian menyeru umat untuk turut membersihkan jiwa dan meluruskan kehidupan mereka. Keyakinan ini bukan suatu yang dibuat-buat mereka sendiri, tetapi merupakan taujih Ilahi dalam Alquran:
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga kaum itu merubah keadaan yang ada dalam diri mereka sendiri.” Ar-Ra’d: 11 .
Bekal Aktivis Dakwah
Memang benar, sungguh luhur dan besar bekal dan kekuatan yang harus dimiliki para pejuang, aktivis dakwah ilallah; karena masalah-masalah yang dihadapinya pun demikian membutuhkan kekuatan spiritual -utamanya- dan kekuatan fisik.
Taklid buta, kerusakan hukum, penyimpangan kehidupan sosial, sikap-sikap hedonis yang telah akrab dengan masyarakat, merajalelanya isme-isme dan pemikiran destruktif yang begitu kuat mencengkram negeri ini, amburadulnya pendidikan, hubungan silaturahmi yang kacau; adalah sebagian dari sekian permasalahan yang dihadapi dakwah.
Akankah masalah-masalah kompleks tersebut dapat terselesaikan?
Mungkinkah?
Jika kita telah meyakini, bahwa masalah tersebut akan terselesaikan dan sangat mungkin, namun bilakah akan selesai?
Ya akhi, jalan ini amatlah panjang… sungguh panjang…
Para pakar ilmu sosial menyatakan, “Bahwa kenyataan hari ini adalah mimpi kemarin, dan mimpi hari ini akan menjadi kenyataan esok hari.”
Siapa yang menyangka sebelumnya kalau para ilmuwan akan sampai pada penemuan penemuan dahsyat seperti yang kita saksikan sekarang. Bahkan para ilmuwan itu sebelumnya tidak percaya, tetapi ketika hal itu terjadi mereka semakin yakin terhadap pernyataan dalam perspektif filsafat sosial itu.
Dalam perspektif sejarah, kebangunan semua bangsa di dunia selalu bermula dari kelemahan; sesuatu yang sering membuat orang percaya bahwa kemajuan uyang mereka capai kemudian adalah sebentuk kemustahilan. Tapi di balik anggapan kemustahilan itu, sejarah sesungguhnya telah mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran, keteguhan, kearifan dan ketenangan dalam melangkah, telah mengantarkan bangsa-bangsa lemah merangkak dari ketidakberdayaan menuju kejayaan.
Siapa yang bisa percaya sebelumnya, bahwa di tengah gurun pasir Jazirah Arab yang gersang dan kering kerontang itu akan memancar seberkas cahaya kearifan, di mana dengan kekuatan spiritual dan kemampuan berpolitik putra-putranya dapat menguasai semua kekuatan adidaya dunia?
Siapakah yang menyangka, sosok seperti Abu Bakar yang lemah lembut itu tiba-tiba saja mengirim pasukan untuk memerangi para pembangkang, pemberontak dan kaum murtad di Yamamah.
Siapa yang menyangka sosok-sosok pribadi yang dahulunya mengajar di surau-surau, tiba-tiba suaranya terdengar di seantero nusantara lewat mikrofon gedung parlemen.
Ikhwah fillah…
Walau demikian hebatnya cobaan dan tantangan yang harus dihadapi, walau demikian berat beban perjuangan ini, walau demikian besar biaya persiapan bekal dakwah ini, walaupun demikian panjangnya jalan dakwah ini, namun semuanya tetap harus dijalankan, harus diyakini, bahwa tak ada jalan lain untuk membangun kejayaan umat kecuali dengan dakwah ilallah.
Seorang pekerja, pertama kali harus bekerja menunaikan kewajibannya, baru kemudian boleh mengharap hasil kerjanya. Jika ia telah bekerja, berarti ia telah menunaikan kewajiban dan pasti kelak akan mendapat balasan dari Allah. Tak ada keraguan dalam hal ini, selagi syarat-syarat terpenuhi. Sedang masalah hasil, itu terserah kepada Allah swt. Boleh jadi peluang kemenangan itu datang tanpa terduga, sehingga ia memperoleh hasil yang sangat memuaskan dan penuh berkah.
Sementara bila ia tidak bekerja, ia akan mendapat dosa karena tidak berbuat, ia juga akan kehilangan pahala jihad, dan tentu saja dia sama sekali tidak akan mendapatkan hasil di dunia.
Allah menegaskan hal itu dalam firman-Nya:
“Dan ingatlah ketika suatu umat di antara mereka berkata: Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab dengan keras? Mereka menjawab: Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa! Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zhalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” Al-A’raf: 164-165.
Ikhwah Fillah…
Mari kita dengarkan bersama senandung ayat-ayat Al Quran yang menggema pada segenap ufuk, yang memenuhi mayapada dan tujuh susun langit, yang membisikkan dalam diri setiap mukmin makna kebanggaan dan kemuliaan tertinggi.
“Sungguh Allah adalah Pelindung orang-orang yang beriman.” Al-Baqarah: 257.
Benar wahai para pejuang, benar, itulah panggilan Allah pada kita semua. Maka kita menjawab panggilan-Nya:
“Ya Allah, segala puji, segala syukur yang tiada terbilang hanya untuk-Mu. Engkau dan hanya Engkaulah Pelindung orang-orang beriman, Penolong orang-orang yang berbuat kebaikan, Pembela orang-orang tertindas, yang diperangi dalam rumah-rumah mereka. Sungguh terhormatlah orang yang bersandar pada-Mu, dan niscaya menanglah orang yang berlindung di bawah perlindungan-Mu.”
Karenanya, seyogianya kita tetap optimis dan yakin dengan janji-janji-Nya, serta tegar dan bersabar dalam menapaki langkah-langkah perjuangan sampai ke tujuan. Pesan Rasulullah saw. kepada para pejuang: “Bersabarlah, bersabarlah dalam barisan dakwah, dan jangan meninggalkan barisan dakwah, sampai kamu melihat ada kekufuran nyata dalam barisan dakwah itu.” Selain juga, tidak mudah mengisi kemenangan dan memimpin suatu negeri, tidak sesederhana yang kita mimpikan. Jangan karena tidak setuju dengan langkah dakwah, kita meninggalkan barisan dakwah, dan menggalang kekuatan lain. Negeri ini membutuhkan orang-orang yang siap berkorban dan bekerjasama dengan sesama pejuang dakwah, bahkan dengan siapa saja yang menginginkan kebaikan bagi negeri ini, karena negeri ini tidak mungkin dikelola oleh satu kelompok tertentu. Bersabarlah!
Dan dengan keyakinan dan kesabaran itulah Allah swt. akan menjadikan orang-orang beriman mampu memimpin umat manusia di dunia ini.
“Dan Kami jadikan dari mereka pemimpin ketika mereka bersabar dan mereka pun yakin dengan ayat-ayat Kami.” As-Sajdah:24
Kita sandarkan semuanya kepada Allah swt., kita tapaki langkah-langkah ini dengan penuh izzah -bangga diri- dengan identitas Islam milik-Nya:
Jangan panggil aku
Kecuali dengan seruan “Hai hamba-Nya”,
Karena itulah semulia-mulia namaku.
Islamlah ayahku,
Aku tak punya ayah selain itu
Biarlah mereka bangga dengan Qais atau Tamim
Selamat bekerja. Dan bersabarlah. Allah bersama para pejuang sejati.

Wallahu a’lam