25 Oktober 2008

KONSEP BELAJAR E-LEARNING

Pendahuluan
Pada masa sekarang ini, penggunaan teknologi dalam bidang pendidikan sangat meningkat. Selain itu, pandangan tentang belajar seumur hidup (long-life learning) juga semakin umum. Akibatnya, motivasi hakiki (intrinsic motivation) dari pelajar menjadi sangat penting, karena dalam dunia pendidikan yang semakin kehilangan struktur formalnya, institusi pendidikan semakin bergantung pada motivasi hakiki dari pelajar.
Motivasi hakiki didefinisikan sebagai kecenderungan untuk ikut serta dalam suatu tugas/kegiatan untuk memperoleh upah/penghargaan dari tugas tersebut. Banyak riset yang telah mempelajari hubungan antara motivasi hakiki dengan prestasi akademik pelajar. Banyak juga riset yang mendukung bahwa motivasi hakiki adalah hal yang dapat membuat seseorang bertahan dalam suatu
aktivitas.
Pada masa sekarang ini, teknologi telah memainkan peran yang nyata dalam dunia pendidikan melalui sistem pembelajaran e-learning. Namun, belum diketahui secara pasti efek dari sistem elearning pada motivasi hakiki pelajar. Untuk itu, paper ini akan membahas bagaimana aktivitas belajar dan teknologi mempengaruhi motivasi hakiki pelajar dalam lingkungan pendidikan online.

Konsep mengenai Motivasi Hakiki (Intrinsic Motivation Literature)
Konsep mengenai motivasi hakiki pada awalnya berasal dari William James. Ia menggunakan istilah minat (interest) dan naluri untuk membangun (instinct of constructiveness) untuk menjelaskan tipe-tipe perilaku manusia. Minat dan naluri untuk membangun tersebut menggambarkan konsep selfdetermination (kemampuan individu untuk memutuskan sesuatu tanpa pengaruh dari luar) dan
competence (kemampuan individu untuk melakukan sesuatu dengan baik), dan pada akhirnya kedua hal inilah yang pada awalnya mendefinisikan motivasi hakiki.
Setelah meneliti banyak teori, konsep, dan pandangan mengenai motivasi hakiki, penulis paper menentukan 4 isu yang dirasa sangat mempengaruhi motivasi hakiki dalam melakukan suatu
aktivitas, yaitu:
1. Tantangan (Challenge)
2. Keingintahuan (Curiosity)
3. Keikutsertaan (Engagement)
4. Kontrol (Control)
Penelitian yang sebelumnya telah dilakukan menunjukkan bahwa keempat hal ini dapat meningkatkan motivasi pelajar dalam lingkungan pendidikan berbasis web. Selain itu, juga diperoleh kesimpulan bahwa tingkat motivasi hakiki dari seorang pelajar memiliki pengaruh yang besar terhadap prestasi dan kompetensi akademik tanpa terpengaruh pada kemampuan akademik pelajar tersebut.

Metode Penelitian
Analisis yang akan dilakukan dalam paper ini banyak mengikutsertakan pembelajaran yang berbasis masalah (problem based learning). Subjek penelitian adalah peserta program studi online pada City University's Interactive Master of Business Administration (iMBA). Perlu diperhatikan bahwa penekanan dari program studi online ini adalah sebagai interactive learning, bukan sebagai distance learning karena kebanyakan aktivitas pembelajaran menggunakan interaksi yang lebih kaya daripada sekedar program berbasis teks.
Program studi ini dipilih karena beberapa pertimbangan. Pertama, program studi ini menyediakan dukungan teknologi yang kuat pada lingkungan pendidikan. Kedua, aktivitas pembelajaran telah terstruktur ke dalam disain dan organisasi dari program studi. Ketiga, aktivitas pembelajaran yang didukung oleh teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk meneliti efeknya terhadap motivasi hakiki.
Program studi yang akan menjadi subjek penelitian terdiri dari 6 aktivitas pembelajaran, yaitu:
1. Video Lectures (menonton video pelajaran)
2. Online Tutorials (mengikuti tutorial online)
3. Face-to-Face Tutorials (mengikuti tutorial tatap muka di kampus)
4. Web board discussions (berdiskusi pada wadah diskusi online Web board)
5. Individual project (mengajukan proyek individu)
6. Final Examination (mengikuti ujian akhir)
Dari keenam aktivitas tersebut, video lectures, online tutorials dan Web board discussions akan menjadi fokus utama sesuai dengan tujuan utama dari penelitian ini, sementara aktivitas lain turut disertakan dalam penelitian sebagai perbandingan dengan aktivitas yang menjadi fokus utama.
Penelitian akan menggunakan metode wawancara (interview). Masing-masing peserta interview akan diminta untuk memberikan pendapatnya terhadap beberapa pertanyaan yang telah tersusun dalam format semi-structured. Dari hasil wawancara ini akan dilakukan analisa untuk menjawab pertanyaan dari penelitian ini, yaitu: “Bagaimana aktivitas belajar dan teknologi mempengaruhi motivasi hakiki dalam lingkungan pembelajaran online ?”
Ukuran dalam Analisis Kasus (Case Study Measures)
Dalam interview yang dilakukan, dikembangkan beberapa ukuran untuk masing-masing isu, yaitu:
1. Tantangan
Pencapaian sasaran (goal attainment)
Kompetensi pelajar (competency)
Kapabilitas pelajar (capability)
Tingkat kesulitan (difficulty)
2. Keingintahuan
Menyenangkan (interesting)
Menarik (attractive)
Mengeksplorasi (exploratory)
Memotivasi (motivating)
Mendorong (encouraging)
3. Keikutsertaan
Partisipasi (participation)
Keterlibatan (involvement)
Kerjasama (collaboration)
Berbagi pengetahuan (sharing)
4. Kontrol
Pemilihan (selection)
Efisiensi (efficiency)
Efektivitas (effectiveness)
Preferensi (preference)
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian berbasis interview yang dilakukan, diperoleh hasil-hasil sebagai berikut:
1. Keingintahuan
Tingkat keingintahuan secara relatif sama pada keenam aktivitas pembelajaran.
Online tutorial dapat merangsang rasa keingintahuan karena pola interaksi dan dialog yang berbeda antar online tutorial.
2. Keikutsertaan
Tingkat keikutsertaan pada umumnya tercermin dalam bentuk kerja sama.
Online tutorial mendorong keikutsertaan dari peserta karena memungkinkan partisipasi
yang lebih besar dari peserta dan meningkatkan kontribusi informasi dari peserta.
Online tutorial menghilangkan kesulitan seorang peserta untuk menanggapi pendapat peserta lain yang pada umumnya menjadi masalah utama dalam face-to-face tutorial.
3. Kontrol
Kontrol sangat terlihat dalam video lectures dan online tutorials.
Pada video lectures, peserta dapat memilih secara bebas bagian video mana yang harus dilihat, berapa lama bagian tersebut dilihat, dan sebagainya.
Pada online tutorial, lingkungan belajar yang interaktif memberikan kesempatan bagi peserta untuk memilih dan menentukan seberapa jauh ia berpartisipasi dalam topik yang ia pilih untuk diikuti.
4. Tantangan
Tantangan sangat terlihat dalam individual project, examination, dan juga face-to-face tutorial, dan tidak begitu terlihat dalam aktivitas yang lain.
Pada online discussion, tantangan terletak pada sifat interaktif dari diskusi yang terjadi, di mana peserta bebas untuk menulis dan membalas pesan, membuat thread diskusi baru, dan menyesuaikan lingkungan diskusi online.
Pada online tutorial, peserta merasa mendapat tantangan untuk menyeimbangkan kemampuannya dalam melakukan tugas yang terdapat pada suatu tutorial.
Penelitian kemudian dilanjutkan dengan meminta pendapat kepada para peserta program studi mengenai perbandingan secara kontras antara keenam aktivitas pembelajaran dalam kaitannya dengan efek pada motivasi hakiki. Pendapat-pendapat yang muncul sangat beragam, namun secara
keseluruhan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Menonton video lecture dianggap memberikan tingkat kontrol yang paling tinggi, sementara tutorial dan online discussion dianggap memberikan tingkat kontrol yang paling rendah.
2. Online tutorial dan face-to-face tutorial dianggap membangkitkan rasa keingintahuan yang lebih tinggi dibandingkan aktivitas-aktivitas yang lain.
3. Peserta program studi berpendapat bahwa tingkat keikutsertaan lebih terasa pada face-to-face tutorial, di mana pada aktivitas ini para peserta diberi level partisipasi yang tertinggi karena tidak adanya batasan bandwidth maupun hambatan teknologi.
4. Examination memiliki tingkat tantangan yang paling tinggi, dan karena itu dianggap memberikan pengaruh yang paling minimal pada motivasi hakiki.

Pembahasan
Hasil dari penelitian yang dilakukan sangat kompleks. Masing-masing aktivitas pembelajaran memilki kelebihan pada satu atau lebih isu dan kekurangan pada isu lain. Sebagai contoh, video lectures memperoleh tingkat kontrol yang tinggi, tetapi tidak mengandung tantangan sama sekali. Face-toface tutorial meningkatkan rasa keingintahuan, tetapi dianggap memiliki tingkat kontrol yang rendah. Pada sisi lain, online tutorial memberikan tingkat kontrol dan keikutsertaan yang tinggi, sedangkan online discussion memberikan tingkat keikutsertaan yang lumayan. Sementara itu, individual project dan examination memberikan tingkat tantangan yang tinggi dan meningkatkan rasa keingintahuan, tetapi kurang memberi kontrol kepada peserta.
Pada kenyataannya, face-to-face tutorial masih menjadi aktivitas yang paling matang dan diterima secara umum sebagai bentuk interaksi. Kesuksesan face-to-face tutorial ini diakibatkan karena banyaknya kekurangan/kelemahan yang masih terdapat pada penggunaan teknologi dalam lingkungan pendidikan. Kelemahan-kelemahan tersebut diharapkan semakin berkurang di masa depan dengan berkembangnya teknologi, dan pada akhirnya mempersempit gap yang terdapat antar face-to-face tutorial dengan online learning.

Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak satupun dari keenam bentuk interaksi pembelajaran yang sebelumnya dibahas merupakan solusi utama untuk meningkatkan motivasi hakiki pelajar.Untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif, diperlukan pemerataan (balancing) antara keinginan (desire) dari pelajar dengan batasan (constraint) yang muncul karena tujuan dari program studi. Penggunaan teknologi memungkinkan untuk membuat berbagai jenis aktivitas pembelajaran untuk berbagai jenis tipe pelajar, sehingga membebaskan pelajar untuk memilih aktivitas belajar yang paling sesuai dengan dirinya.

Sepiring Nasi CINTA

Pada malam itu, Sue bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Sue segera pergi meninggalkan rumah tanpa membawa apa pun.
Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang. Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah Rumah Makan, dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan sepiring nasi, tetapi ia tidak mempunyai uang.
Pemilik Rumah Makan melihat Sue berdiri cukup lama di depan etalasenya, lalau bertanya, “Nona, apakah kau ingin sepiring nasi?” “Tetapi, aku tidak membawa uang,” jawab Sue dengan malu-malu. “Tidak apa-apa, aku akan memberimu sepiring nasi,” jawab pemilik Rumah Makan. “Silahkan duduk, aku akan menghidangkannya untukmu.”
Tidak lama kemudian, pemilik Rumah Makan itu mengantarkan sepiring nasi dengan lauk pauknya. Sue segera makan dengan nikmatnya dan kemudian air matanya mulai berlinang. “Ada apa Nona?” tanya pemilik Rumah Makan.
“Tidak apa-apa. Aku hanya terharu,” jawab Sue sambil mengeringkan air matanya.
“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberiku sepiring nasi!
Tapi,…. Ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah. Bapak seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri,” katanya kepada si pemilik Rumah Makan.
Pemilik Rumah Makan itu setelah mendengar perkataan Sue, menarik napas panjang, dan berkata, “Nona, mengapa kau berpikir seperti itu?.
Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu sepiring nasi dan kau
begitu terharu. Ibumu telah memasak makanan untukmu saat kau
masih kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya.”
Sue terhenyak mendengar hal tersebut.
“Mengapa aku tidak berpikir tentang hal tersebut? Untuk sepiring nasi dari orang yang baru kukenal aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang telah memasak makanan untukku selama
bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihakan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.”
Sue menghabiskan nasinya dengan cepat. Lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya.
Sambil berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus
diucapkannya kepada ibunya. Akhirnya, ia memutuskan untuk
mengatakan, “Ibu,maafkan aku, aku tahu bahwa aku bersalah.”
Begitu sampai di depan pintu, ia melihat ibunya dengan wajah letih
dan cemas, karena telah mencarinya ke semua tempat. Ketika ibunya melihat Sue, kalimat pertama yang keluar dari mulut ibunya, “Sue, cepat masuk, ibu telah menyiapkan makan malam untukmu dan makanan itu akan menjadi dingin jika kau tidak segera memakannya.”
Sue sangat terharu melihat kasih ibunya yang begitu besar kepadanya, ia tidak dapat menahan air matanya dan ia menangis di hadapan ibunya.
Sekali waktu, mungkin kita akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikannya kepada kita. Tetapi, kepada orang yang sangat dekat dengan kita, khususnya orang tua kita, pernahkah kita berpikir untuk berterima kasih kepada mereka yang telah merawat, membesarkan, mendidik dan melimpahkan kasih sayangnya kepada kita???

Nama AHMAD memang ada dalam Al-Kitab

Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil .. QS. 7:157

Memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku (nabi Isa AS), yang namanya Ahmad .. QS. 61:6

Dua ayat di atas memberikan pengertian sangat kuat bahwa akan ada seorang nabi yang akan datang sesudah kenabian Isa AS dengan nama ‘Ahmad’ yang tercatat dalam kitab Taurat dan Injil (Alkitab) yaitu kitab yang sekarang menjadi pegangan umat Kristiani.

Tetapi nama ‘Ahmad’ tidak kita temukan secara langsung dalam Alkitab yang ada sekarang ini, hal ini bisa terjadi karena memang tidak ada Alkitab yang berbahasa aslinya yaitu bahasa Ibrani atau karena sengaja disembunyikan atau karena memang ada kesalahan penulisan dan penterjemahan.

Alhamdulillah, dengan usaha keras, ulet dan teliti dari para pakar akhirnya terkuak juga letak kesalahannya yang menyebabkan hilangnya nama Ahmad dalam Alkitab yang ada sekarang ini. Sebagaimana yang kita ketahui, bahasa yang dipergunakan oleh nabi Isa AS beserta kaumnya adalah bahasa Ibrani, begitu pula firman Allah dan sabda nabi Isa AS juga dalam bahasa Ibrani. Dengan demikian nubuat-nubuat yang ada dalam Injil kalau kita kembalikan ke dalam baha-sa Ibrani, nama Ahmad akan muncul sangat nyata dengan sendirinya, begitu juga dengan Taurat, kalau kita kembalikan ke dalam bahasa aslinya, nama Ahmad juga akan muncul dengan sendirinya.
Sang HIMADA adalah AHMAD

Sebab-sebab turunnya nubuat akan kedatangan seorang nabi yang diutus bagi semua bangsa yang bernama “Ahmad” adalah ketika bangsa Israel yang telah hancur jatuh terpuruk diijinkan kembali membangun Yerusalem dan Bait Sulaiman yang telah diratakan dengan tanah oleh bangsa Khaldea, sebagian orang berada dalam kegembiraan dan sebagaian yang lain berada dalam kesedihan yang memilukan karena teringat kembali akan keindahan Bait Agung Sulaiman.

Pada saat itulah, Allah mengutus Haggai (Menurut Alkitab Haggai adalah seorang nabi) untuk menghibur bangsa Israel yang telah terpuruk dengan menyampaikan janji Allah bahwa akan diutus seseorang yang akan mengangkat kembali bangsa Israel dari keterpurukan :

Dan aku akan menggoncangkan semua bangsa, dan HIMADA untuk semua bangsa ini akan datang; dan aku akan mengisi rumah ini dengan kemegahan, kata Tuhan pemilik rumah. Hagai 2:7

Seseorang yang diutus untuk mengangkat kembali bangsa Israel adalah Himada, bangsa Israel tentu menunggu sang Himada segera datang agar bangsanya segera bangkit dari keterpurukan. Namun sayang seribu sayang bangsa Israel tidak menafsirkan kata Himada sebagai nama riil seorang nabi yang diutus, tetapi mereka menafsirkan kata Himada sebagai kata sifat yang abstrak sesuai arti Himada dalam bahasa mereka yaitu : keinginan, hasrat, kerinduan dan pujian.

Tentu saja ketika janji Allah tersebut diterjemahkan kedalam bahasa lain, maka yang terjadi adalah kata Himada akan ikut diterjemahkan dan berubah dengan sendirinya, mari kita lihat terjemahannya ke dalam bahasa Inggris :

And I will shake all nations, and the desire of all nations shall come: and I will fill this house with glory, saith the LORD of hosts. Hagai 2:7

Lihatlah kata Himada diterjemahkan menjadi desire dalam bahasa Inggris yang artinya keinginan atau hasrat, hal ini dianggap benar oleh para penulis Injil karena mereka memahami Himada bukanlah nama orang tetapi sebagai kata benda abstrak.

Perlu diketahui terjemahan Alkitab dalam bahasa apapun, baik kedalam bahasa Arab, Indonesia, Jepang, Spanyol dan bahasa-bahasa lainnya adalah mengambil dari Alkitab yang berbahasa Inggris tersebut, sehingga tidak aneh kalau kita tidak menemukan nama Ahmad dalam Alkitab.

Mari kita lihat terjemahan Alkitab dalam bahasa Indonesia yang diterjemahkan dari Alkitab berbahasa Inggris :

Aku akan menggoncangkan segala bangsa, sehingga barang yang indah-indah kepunyaan segala bangsa datang mengalir, maka Aku akan memenuhi Rumah ini dengan kemegahan, firman TUHAN semesta alam. Hagai 2:8

Lihatlah kata desire dalam bahasa inggris diterjemahkan menjadi barang yang indah-indah, dari sini saja sudah nampak distorsi dari Inggris ke Indonesia, sehingga makin tersembu-nyilah nama Ahmad dalam Alkitab. Sebagai informasi tambahan, kalau kita amati Alkitab berbahasa Inggris mencatat ayat tersebut dalam Hagai 2:7 tetapi dalam Alkitab berbahasa Indonesia tercatat dalam Hagai 2:8 tentu saja selisih satu ayat ini perlu dipertanyakan penyebabnya.

Tetapi kalau Alkitab yang berbahasa Inggris kita terjemahkan ke dalam bahasa Yahudi atau Ibrani, maka kata Himada tersebut akan muncul kembali dengan sendirinya, kurang-lebihnya seperti berikut ini :

“ve yavu himdath kol haggoyim”

Huruf th dalam kata Himdath bisa diganti menjadi hi atau bahkan dihilangkan sama sekali, sekarang mari kita analisa kata-kata dalam bahasa Yahudi, Ibrani dan Arab :

Himdath = Himdahi = Himda = bahasa Yahudi
Himada = bahasa Ibrani
Ahmad = bahasa Arab

Semua kata tersebut mempunyai kesamaan arti yaitu terpuji dan mempunyai kesamaan akar kata yaitu H-M-D, lihatlah bila kita hilangkan vokal dan kita biarkan konsonannya, maka akan menjadi :

H-M-D = dalam bahasa Yahudi
H-M-D = dalam bahasa Ibrani
H-M-D = dalam bahasa Arab

Tentu ini sebuah bukti yang tak dapat dibantah sedikitpun, dan bagi siapapun yang ahli dalam bahasa Semit tentu mempunyai kesimpulan yang sama bahwa Himada dan Ahmad adalah sama, tentu kesimpulannya adalah nama Ahmad memang ada dalam Alkitab.
PARAKLÊTOS adalah AHMAD

Bangsa Israel/Yahudi melihat nabi Isa AS ternyata bukanlah nabi yang dijanjikan Allah seperti yang disampaikan oleh Haggai yang dapat mengangkat bangsa Israel/Yahudi dari keterpurukan. Oleh karena itulah Bani Israel masih terus mencari siapakah orang yang dijanjikan Allah seperti yang disampaikan Haggai ?.

Suatu ketika Yesus berpidato kepada kaumnya, memberitakan akan ada nabi lain yang akan diutus sesudah dirinya, menurut Yesus kedatangan nabi tersebut tidak akan lama lagi.

Pidato Yesus tersebut sangat dipahami oleh orang-orang Israel, namun sayang sekali mereka tidak langsung menuliskan apa yang disabdakan Yesus ketika itu, dan pidato Yesus yang berbahasa Ibrani tersebut baru dicatat enampuluh (60) tahun kemudian dan itupun dalam bahasa Yunani oleh orang yang mengaku bernama Yohanes :

“Kagō erōtaō tou patēr kai allos paraklētos didōmi humin hina meta humōn eis tou aiōn eimi” Yohanes 14:16

Kata Paraklētos mempunyai beberapa arti yaitu: mengagungkan, memuji dan penolong, dan kalau kata Paraklētos diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani, kata yang didapat adalah : Hamida

Kalau kata Hamida yang disebut oleh Yesus diartikan sebagai kata benda abstrak maka terjemahan pidato Yesus adalah seperti berikut ini :

Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya. Yohanes 14:16

Tetapi kalau kata Hamida yang disebut Yesus diartikan sebagai sebuah nama yang konkrit maka terjemahannya adalah seperti berikut ini :

Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu Hamida, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya. Yohanes 14:16

Maka pidato Yesus tersebut senada dengan Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :

Dan (ingatlah) ketika Isa putera Maryam berkata: "Hai bani Israil,….(aku.) memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad ". QS. 61:6

Tentu hasil akhir yang kita dapatkan adalah kata Hamida dalam bahasa Ibrani dan kata Ahmad dalam bahasa Arab, dan kedua kata ini adalah berasal dari akar kata yang sama yaitu H-M-D dan mempunyai arti yang sama yaitu terpuji, dan senada pula dengan makna Periklētos.

Sebagaimana penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, apakah kata Hamida dianggap sebagai kata benda abstrak atau riil, jika kita kembalikan ke dalam bahasa Yesus yaitu Ibrani, maka nama Ahmad tidak akan mampu disembunyikan lagi.
KEAJAIBAN NAMA MUHAMMAD

Sesuatu yang sangat menarik adalah, tidak ada seorangpun yang bernama Ahmad atau Muhammad sejak nabi Adam diciptakan sampai dengan lahirnya seorang anak dari Abdullah dan Siti Aminah.

Hal ini bukanlah kebetulan yang direkayasa kalau Siti Aminah memberi nama Muhammad pada anaknya, tetapi hanya semata-mata sebagai takdir Allah Yang Maha Kuasa dan sebagai bukti ke-Agungan rencan-Nya.

TOP TEN MISCONCEPTIONS ABOUT ISLAM

MISCONCEPTION #1:
Muslims are violent, terrorists and/or extremists.

This is the biggest misconception in Islam, no doubt resulting from the constant stereotyping and bashing the media gives Islam. When a gunman attacks a mosque in the name of Judaism, a Catholic IRA guerrilla sets off a bomb in an urban area, or Serbian Orthodox militiamen rape and kill innocent Muslim civilians, these acts are not used to stereotype an entire faith. Never are these acts attributed to the religion of the perpetrators. Yet how many times have we heard the words ‘Islamic, Muslim fundamentalist. etc.’ linked with violence.

Politics in so called “Muslim countries” may or may not have any Islamic basis. Often dictators and politicians will use the name of Islam for their own purposes. One should remember to go to the source of Islam and separate what the true religion of Islam says from what is portrayed in the media. Islam literally means ‘submission to God’ and is derived from a root word meaning ‘peace’.

Islam may seem exotic or even extreme in the modern world. Perhaps this is because religion doesn’t dominate everyday life in the West, whereas Islam is considered a ‘way of life’ for Muslims and they make no division between secular and sacred in their lives. Like Christianity, Islam permits fighting in self-defense, in defense of religion, or on the part of those who have been expelled forcibly from their homes. It lays down strict rules of combat which include prohibitions against harming civilians and against destroying crops, trees and livestock.

NOWHERE DOES ISLAM ENJOIN THE KILLING OF INNOCENTS.. The Quran says:
“Fight in the cause of God against those who fight you, but do not transgress limits. God does not love transgressors.” (Quran 2:190) “If they seek peace, then seek you peace. And trust in God for He is the One that heareth and knoweth all things.” (Quran 8:61) War, therefore, is the last resort, and is subject to the rigorous conditions laid down by the sacred law. The term ‘jihad’ literally means ‘struggle’. Muslims believe that there are two kinds of jihad. The other ‘jihad’ is the inner struggle of the soul which everyone wages against egotistic desires for the sake of attaining inner peace.

MISCONCEPTION #2:
Islam oppresses women.

The image of the typical Muslim woman wearing the veil and forced to stay home and forbidden to drive is all too common in most peoples thoughts. Although some Muslim countries may have laws that oppress women, this should not be seen as coming from Islam. Many of these countries do not rule by any kind of Shari’ah (Islamic law) and introduce their own cultural standpoints on the issue of gender equity.

Islam on the other hand gives men and women different roles and equity between the two is laid down in the Quran and the example of the Prophet (peace be upon him). Islam sees a woman, whether single or married, as an individual in her own right, with the right to own and dispose of her property and earnings. A marriage gift is given by the groom to the bride for her own personal use, and she keeps her own family name rather than taking her husband’s. Both men and women are expected to dress in a way that is modest and dignified. The Messenger of God (peace be upon him) said: “The most perfect in faith amongst believers is he who is best in manner and kindest to his wife.”

Violence of any kind towards women and forcing them against their will for anything is not allowed. A Muslim marriage is a simple, legal agreement in which either partner is free to include conditions. Marriage customs thus vary widely from country to country. Divorce is not common, although it is acceptable as a last resort. According to Islam, a Muslim girl cannot be forced to marry against her will: her parents simply suggest young men they think may be suitable.

MISCONCEPTION #3:
Muslims worship a different God.

Allah is simply the Arabic word for God. Allah for Muslims is the greatest and most inclusive of the Names of God, it is an Arabic word of rich meaning, denoting the one and only God and ascribing no partners to Him. It is exactly the same word which the Jews, in Hebrew, use for God (eloh), the word which Jesus Christ used in Aramaic when he prayed to God. God has an identical name in Judaism, Christianity, and Islam; Allah is the same God worshiped by Muslims, Christians and Jews. Muslims believe that Allah’s sovereignty is to be acknowledged in worship and in the pledge to obey His teaching and commandments, conveyed through His messengers and prophets who were sent at various times and in many places throughout history. However, it should be noted that God in Islam is One and Only. He, the Exalted, does not get tired, does not have a son ie Jesus or have associates, nor does He have human-like attributions as found in other faiths.

MISCONCEPTION #4:
Islam was spread by the sword and intolerant of other faiths.

Many social studies textbooks for students show the image of an Arab horseman carrying a sword in one hand and the Quran in the other conquering and forcibly converting. This, though, is not a correct portrayal of history. Islam has always given respect and freedom of religion to all faiths. The Quran says: “God forbids you not, with regards to those who fight you not for [your] faith nor drive you out of your homes, from dealing kindly and justly with them; for God loveth those who are just. 60:8)

Freedom of religion is laid down in the Quran itself: “There is no compulsion (or coercion) in the religion (Islam). The right direction is distinctly clear from error”. (2:256) Christian missionary, T.W. Arnold had this opinion on his study of the question of the spread of Islam: “.. of any organized attempt to force the acceptance of Islam on the non-Muslim population, or of any systematic persecution intended to stamp out the Christian religion, we hear nothing. Had the caliphs chosen to adopt either course of action, they might have swept away Christianity as easily as Ferdinand and Isabella drove Islam out of Spain, or Louis XIV made Protestanism ...”
It is a function of Islamic law to protect the privileged status of minorities, and this is why non-Muslim places of worship have flourished all over the Islamic world. History provides many examples of Muslim tolerance towards other faiths: when the caliph Omar entered Jerusalem in the year 634, Islam granted freedom of worship to all religious communities in the city. Proclaiming to the inhabitants that their lives, and property were safe, and that their places of worship would never be taken from them, he asked the Christian patriarch Sophronius to accompany him on a visit to all the holy places. Islamic law also permits non-Muslim minorities to set up their own courts, which implement family laws drawn up by the minorities themselves. The life and property of all citizens in an Islamic state are considered sacred whether the person is Muslim or not.

Racism is not a part of Islam, the Quran speaks only of human equality and how all peoples are equal in the sight of God. “O mankind! We created you from a single soul, male and female, and made you into nations and tribes, so that you may come to know one another. Truly, the most honored of you in God’s sight is the greatest of you in piety. God is All-Knowing, All- Aware. (49:13)


MISCONCEPTION #5:
All Muslims are Arabs

The Muslim population of the world is around 1.2 billion. 1 out of 5 people in the world is a Muslim. They are a vast range of races, nationalities, and cultures from around the globe—from the Phillipines to Nigeria—they are united by their common Islamic faith.

Only about 18% live in the Arab world and the largest Muslim community is in Indonesia. Most Muslims live east of Pakistan. 30% of Muslims live in the Indian subcontinent, 20% in Sub-Saharan Africa, 17% in Southeast Asia, 18% in the Arab world, and 10% in the Soviet Union and China. Turkey, Iran and Afghanistan make up 10% of the non-Arab Middle East. Although there are Muslim minorities in almost every area, including Latin America and Australia, they are most numerous in Russia and its newly independent states, India and central Africa. There are about 6 million Muslims in the United States

MISCONCEPTION #6:
The Nation of Islam is a Muslim group.

Islam and the so called “Nation of Islam’” are two different religions. NOI is more of a political organization since its members are not limited to a single faith. Muslims consider this group to be just one of many cults using the name of Islam for their own gain. The only thing common between them is the jargon, the language used by both. “The Nation of Islam” is a misnomer; this religion should be called Farrakhanism, after the name of its propogator, Louis Farrakhan.

Islam and Farakhanism differ in many fundamental ways. For example, Farakhan followers believe in racism and that the ‘black man’ was the original man and therefore superior, while in Islam there is no racism and everyone is considered equal in the sight of God, the only difference being in one’s piety. There are many other theological examples that show the ‘Nation’s teachings have little to do with true Islam. There are many groups in America who claim to represent Islam and call their adherents Muslims.

Any serious student of Islam has a duty to investigate and find the true Islam. The only two authentic sources which bind every Muslim are 1. the Quran and 2. authentic or sound Hadith. Any teachings under the label of “Islam” which contradict or at variance with the direct understanding of fundamental beliefs and practices of Islam form the Quran and authentic Hadith should be rejected and such a religion should be considered a Pseudo-Islamic Cult. In America there are many pseudo-Islamic cults, Farrakhanism being one of them. An honest attitude on the part of such cults should be not to call themselves Muslims and their religion Islam. such an example of honesty is Bahaism which is an off-shoot of Islam but Bahais do not call themselves Muslims nor their religion, Islam. In fact Bahaism is not Islam just as Farrakhanism is not Islam.

MISCONCEPTION #7:
All Muslim men marry four wives.

The religion of Islam was revealed for all societies and all times and so accommodates widely differing social requirements. Circumstances may warrant the taking of another wife but the right is granted, according to the Quran, only on condition that the husband is scrupulously fair. No woman can be forced into this kind of marriage if they do not wish it, and they also have the right to exclude it in their marriage contract.

Polygamy is neither mandatory, nor encouraged, but merely permitted. Images of “sheikhs with harems” are not consistent with Islam, as a man is only allowed at most four wives only if he can fulfill the stringent conditions of treating each fairly and providing each with separate housing etc. Permission to practice polygamy is not associated with mere satisfaction of passion. It is rather associated with compassion toward widows and orphans. It was the Quran that limited and put conditions on the practice of polygamy among the Arabs, who had as many as ten or more wives and considered them “property”.

It is both honest and accurate to say that it is Islam that regulated this practice, limited it, made it more humane, and instituted equal rights and status for all wives. What the Qur’anic decrees amount to, taken together is discouragement of polygamy unless necessity for it exists. It is also evident that the general rule in Islam is monogamy and not polygamy. It is a very tiny percentage of Muslims that practice it over the world. However, permission to practice limited polygamy is only consistent with Islam’s realistic view of the nature of man and woman and of various social needs, problems and cultural variations.

The question is, however far more than the inherent flexibility of Islam; it also is the frank and straightforward approach of Islam in dealing with practical problems. Rather than requiring hypocritical and superficial compliance, Islam delves deeper into the problems of individuals and societies, and provides for legitimate and clean solutions which are far more beneficial than would be the case if they were ignored. There is no doubt that the second wife legally married and treated kindly is better off than a mistress without any legal rights or expermanence.

MISCONCEPTION #8:
Muslims are a barbaric, backward people.

Among the reasons for the rapid and peaceful spread of Islam was the simplicity of its doctrine-Islam calls for faith in only one God worthy of worship. It also repeatedly instructs man to use his powers of intelligence and observation. Within a few years, great civilizations and universities were flourishing, for according to the Prophet (pbuh), ‘seeking knowledge is an obligation for every Muslim man and woman’.

The synthesis of Eastern and Western ideas and of new thought with old, brought about great advances in medicine, mathematics, physics, astronomy, geography, architecture, art, literature, and history. Many crucial systems such as algebra, the Arabic numerals, and also the concept of the zero (vital to the advancement of mathematics), were transmitted to medieval Europe from Islam. Sophisticated instruments which were to make possible the European voyages of discovery were developed, including the astrolabe, the quadrant and good navigational maps.

MISCONCEPTION #9:
Muhammad was the founder of Islam and Muslims worship him.

Muhammad(pbuh) was born in Mecca in the year 570. Since his father died before his birth, and his mother shortly afterwards, he was raised by his uncle from the respected tribe of Quraysh. As he grew up, he became known for his truthfulness, generosity and sincerity, so that he was sought after for his ability to arbitrate in disputes. The historians describe him as calm and meditative. Muhammad (pbuh) was of a deeply religious nature, and had long detested the decadence of his society.

It became his habit to meditate from time to time in the Cave of Hira near Mecca. At the age of 40, while engaged in a meditative retreat, Muhammad(pbuh) received his first revelation from God through the Angel Gabriel. This revelation, which continued for 23 years is known as the Quran. As soon as he began to recite the words he heard from Gabriel, and to preach the truth which God had revealed to him, he and his small group of followers suffered bitter persecution, which grew so fierce that in the year 622 God gave them the command to emigrate.

This event, the Hijra ‘migration’, in which they left Mecca for the city of Medina, marks the beginning of the Muslim calendar. After several years, the Prophet and his followers were able to return to Mecca, where they forgave their enemies and established Islam definitively. Before the Prophet saw dies at the age of 63, the greater part of Arabia was Muslim, and within a century of his death Islam had spread to Spain in the West and as far East as China. He died with less than 5 possessions to his name.

While Muhammad (pbuh) was chosen to deliver the message, he is not considered the “founder” of Islam, since Muslims consider Islam to be the same divine guidance sent to all peoples before. Muslims believe all the prophets from Adam, Noah, Moses, Jesus etc. were all sent with divine guidance for their peoples. Every prophet was sent to his own people, but Muhammad(pbuh) was sent to all of mankind. Muhammad is the last and final messenger sent to deliver the message of Islam. Muslims revere and honor him (pbuh) for all he went through and his dedication, but they do not worship him. “O Prophet, verily We have sent you as a witness and a bearer of glad tidings and a warner and as one who invites unto God by His leave and as an illuminating lamp.”(33:45-6)

MISCONCEPTION #10:
Muslims don’t believe in Jesus or any other prophets.

Muslims respect and revere Jesus, upon him be peace, and await his Second Coming. They consider him one of the greatest of God’s messengers to mankind. A Muslim never refers to him simply as ‘Jesus’, but always adds the phrase ‘upon him be peace’ (abbreviated as (u) here). The Quran confirms his virgin birth (a chapter of the Quran is entitled ‘Mary’), and Mary is considered the purest woman in all creation. The Quran describes the Annunciation as follows:
“Behold!” the Angel said, “God has chosen you, and purified you, and chosen you above the women of all nations. O Mary, God gives you good news of a word from Him whose name shall be the Messiah, Jesus son of Mary, honored in this world and the Hereafter, and one of those brought near to God. He shall speak to the people from his cradle and in maturity, and shall be of the righteous.” She said: “O my Lord! How shall I have a son when no man has touched me?” He said: “Even so; God creates what He will. When He decrees a thing, He says to it, “Be!” and it is” (Quran 3:42-47)

Jesus (u) was born miraculously through the same power, which had brought Adam (u) into being without a father: “Truly, the likeness of Jesus with God is as the likeness of Adam. He created him of dust, and then said to him, ‘Be!’ and he was.” (3:59) During his prophetic mission Jesus (u) performed many miracles. The Quran tells us that he said: “ I have come to you with a sign from your Lord: I make for you out of clay, as it were, the figure of a bird, and breath into it and it becomes a bird by God’s leave. And I heal the blind, and the lepers, and I raise the dead by God’s leave.” (3:49) Neither Muhammad (pbuh) not Jesus (u) came to change the basic doctrine of the brief in One God brought by earlier prophets, but to confirm and renew it.

In the Quran Jesus (u) is reported as saying that he came: “To attest the law which was before me. And to make lawful to you part of what was forbidden you; I have come to you with a sign from your Lord, so fear God and obey Me. (3:50) The Prophet Muhammad (pbuh) said:
“Whoever believes there is no god but God, alone without partner, that Muhammad (pbuh) is His messenger, that Jesus is the servant and messenger of God, His word breathed into Mary and a spirit emanating from Him, and that Paradise and Hell are true, shall be received by God into Heaven. “(Hadith related by Bukhari).

19 Oktober 2008

Hadiah Cinta Seorang Ibu

"Bisa saya melihat bayi saya?" pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga!

Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke Rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak berkata, "Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh."

Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya dibidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan,"Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?"

Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya. Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. "Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya," kata dokter.

Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka.

Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia." kata sang ayah.

Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, "Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya."

Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu." Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia
ini."

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia.
Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah .... bahwa sang ibu tidak memiliki telinga. "Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan
rambutnya," bisik sang ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?"

Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun didalam hati. Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.

Air Mendidih

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah.

Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?" "Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas.

Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?" Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras.

Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut. "Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya.

"Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?"

Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan
kehilangan kekuatanmu. Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?

Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat. Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.

BELAJAR BERSATU

Anis Matta

Ketika kekalahan, tragedi, kelaparan, dan pembantaian mendera jasad Islam kita, kita selalu saja menyoal dua hal: konspirasi Barat dan lemahnya persatuan umat Islam. Tangan-tangan syetan Yahudi seakan merambah di balik setiap musibah yang menimpa kita. Dan kita selalu tak sanggup membendung itu, karena persatuan kita lemah.
Mari kita menyoal persatuan, sejenak, dari sisi lain. Ada banyak faktor yang dapat mempersatukan kita: aqidah, sejarah dan bahasa. Tapi semua faktor tadi tidak berfungsi efektif menyatukan kita. Sementara itu, ada banyak faktor yang sering mengoyak persatuan kita. Misalnya, kebodohan, ashabiyah, ambisi, dan konspirasi dari pihak luar.
Mungkin itu yang sering kita dengar setiap kali menyorot masalah persatuan. Tapi di sisi lain yang sebenarnya mungkin teramat remeh, ingin ditampilkan di sini.
Persatuan ternyata merupakan refleksi dari ’suasana jiwa’. Ia bukan sekedar konsensus bersama. Ia, sekali lagi, adalah refleksi dari ’suasana jiwa’. Persatuan hanya bisa tercipta di tengah suasana jiwa tertentu dan tak akan terwujud dalam suasana jiwa yang lain. Suasana jiwa yang memungkinkan terciptanya persatuan, harus ada pada skala individu dan jamaah.
Tingkatan ukhuwwah (maratibul ukhuwwah) yang disebut Rasulullah SAW, mulai dari salamatush shadr hingga itsar, semuanya mengacu pada suasana jiwa. Jiwa yang dapat bersatu adalah jiwa yang memiliki watak ’permadani’. Ia dapat diduduki oleh yang kecil dan yang besar, alim dan awam, remaja atau dewasa. Ia adalah jiwa yang besar, yang dapat ’merangkul’ dan ’menerima’ semua jenis watak manusia. Ia adalah jiwa yang digejolaki oleh keinginan kuat untuk memberi, memperhatikan, merawat, mengembangkan, membahagiakan, dan mencintai.
Jiwa seperti itu sepenuhnya terbebas dari mimpi buruk ’kemahahebatan’, ’kamahatahuan’, ’keserbabisaan’. Ia juga terbebas dari ketidakmampuan untuk menghargai, menilai, dan mengetahui segi-segi positif dari karya dan kepribadian orang lain.
Jiwa seperti itu sepenuhnya merdeka dari ’narsisme’ individu atau kelompok. Maksudnya bahwa ia tidak mengukur kebaikan orang lain dari kadar manfaat yang ia
peroleh dari orang itu. Tapi ia lebih melihat manfaat apa yang dapat ia berikan kepada orang tersebut. Ia juga tidak mengukur kebenaran atau keberhasilan seseorang atau kelompok berdasarkan apa yang ia ’inginkan’ dari orang atau kelompok tersebut.
Salah satu kehebatan tarbiyah Rasulullah SAW, bahwa beliau berhasil melahirkan dan mengumpulkan manusia-manusia ’besar’ tanpa satupun di antara mereka yang merasa ’terkalahkan’ oleh yang lain. Setiap mereka tidak berpikir bagaimana menjadi ’lebih besar’ dari yang lain, lebih dari mereka berpikir bagaimana mengoptimalisasikan seluruh potensi yang ada pada dirinya dan mengadopsi sebanyak mungkin ’keistimewaan’ yang ada pada diri orang lain.
Umar bin Khattab, mungkin merupakan contoh dari sahabat Rasulullah SAW yang dapat memadukan hampir semua prestasi puncak dalam bidang ruhiyah, jihad, qiyadah, akhlak, dan lainnya. Tapi semua kehebatan itu sama sekali tidak ’menghalangi’ beliau untuk berambisi menjadi ’sehelai rambut dalam dada Abu Bakar’. Sebuah wujud keterlepasan penuh dari mimpi buruk ’kemahahebatan’.

(Arsitek Peradaban)

Hadiah Cinta Seorang Ibu

"Bisa saya melihat bayi saya?" pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga!

Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke Rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak berkata, "Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh."

Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya dibidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan,"Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?"

Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya. Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. "Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya," kata dokter.

Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka.

Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia." kata sang ayah.

Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, "Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya."

Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu." Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia
ini."

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia.
Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah .... bahwa sang ibu tidak memiliki telinga. "Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan
rambutnya," bisik sang ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?"

Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun didalam hati. Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.

Air Mendidih

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah.

Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?" "Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas.

Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?" Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras.

Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut. "Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya.

"Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?"

Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan
kehilangan kekuatanmu. Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?

Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat. Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.

KELUARGA PAHLAWAN

Anis Matta


Perenungan yang mendalam terhadap sejarah akan mempertemukan kita dengan satu kenyataan besar; bahwa sejarah sesungguhnya merupakan industri para pahlawan.
Pada skala peradaban, kita menemukan, bahwa setiap bangsa mempunyai giliran merebut piala kepahlawanan. Di dalam komunitas besar sebuah bangsa, kita juga menemukan bahwa suku-suku tertentu saling bergiliran merebut piala kepahlawanan.Dan dalam komunitas suku-suku itu, kita menemukan, bahwa keluarga-keluarga atau klan-klan tertentu saling bergiliran merebut piala kepahlawanan itu.
Bangsa Arab, misalnya, pemah merebut piala peradaban. Tapi dari sekian banyak suku-suku bangsa Arab, suku Quraisy adalah salah satu yang pemah merebut piala itu. Dan dari perut suku Quraisy, keluarga Bani Hasyim, darimana Rasulullah SAW berasal, adalah salah satu klan yang pemah merebut piala itu.
Pada saat sebuah Marga atau klan melahirkan pahlawan-pahlawan bagi suku atau bangsanya, biasanya dalam keluarga itu berkembang nilai-nilai kepahlawan yang luhur,yang diserap secara natural oleh setiap anggota keluarga begitu ia mulai menghisap udara kehidupan. Kepahlawanan dalam klan para pahlawan biasanya terwariskan melalui faktor genetik, dan juga pewarisan atau sosialisasi nilai-nilai kepahlawanan itu.
Apabila seorang pahlawan besar muncul dari sebuah keluarga, biasanya pahlawan itu secara genetis mengumpulkan semua kebaikan yang berserakan pada individu-individu yang ada dalam keluarganya.
Khalid Bin Walid, misalnya, muncul dari sebuah klan besar yang bemama Bani Makhzum. Beberapa saudaranya bahkan lebih dulu masuk Islam dan cukup berjasa bagi Islam. Tapi kebaikan-kebaikan yang berserakan pada saudara-saudaranya justru berkumpul dalam dirinya. Maka jadilah ia yang terbesar. Umar Bin Khattab juga berasal dari klan yang sama dengan Khalid Bin Walid. Umar juga mengumpulkan kebaikan-kebaikan yang berserakan di tengah individu-individu keluarganya. Maka jadilah ia yang terbesar.
Tetapi diantara Khalid dan Umar terdapat kesamaan-kesamaan yang menonjol. Keduanya memiliki kesamaan pada bangunan fisik yang tinggi dan besar, serta wajah yang sangat mirip. Lebih dari itu kedua pahlawan mukmin sejati itu juga memiliki bangunan karakter yang sama, yaitu keprajuritan. Mereka berdua sama-sama berkarakter sebagai prajurit militer.
Pahlawan-pahlawan musyrikin Quraisy yang berasal dari klan Bani Makhzum juga memiliki kemiripan dengan Umar dan Khalid. Misalnya, Abu jahal. Bahkan putera Abu Jahal yang bemama Ikrimah bin Abi Jahal, sempat memimpin pasukan musyrikin Quraisy dalam beberapa peperangan melawan kaum muslimin, sebelum akhimya memeluk Islam. Kenyataan yang sama seperti ini juga terjadi pada keluarga-keluarga ilmuwan atau ulama, pemimpin politik atau sosial, keluarga pengusaha, dan seterusnya. Keluarga adalah muara tempat calon-calon pahlawan menemukan ruang pertumbuhannya.
Walaupun tetap menyisakan perbedaan pada kecenderungannya, Abbas Mahmud AI Aqqad, yang menulis biografi kedua pahlawan jenius itu, mengatakan bahwa keprajuritan pada Umar bersifat pembelaan, tapi pada Khalid bersifat agresif. Agaknya ini pula yang menjelaskan, mengapa Khalid lebih tepat memimpin pasukan ekspansi, dan Umar lebih cocok memimpin negara. Pada kedua fungsi itu kecenderungan pada garis karakter keduanya terserap secara penuh, maka mereka masing-masing mencapai puncak.

ORANG-ORANG ROMANTIS

Anis Matta



Qais sebenarnya tidak harus bunuh diri. Hidup tetap bisa dilanjutkan tanpa Layla. Tapi itulah masalahnya. Ia tidak sanggup. Ia menyerah. Hidup tidak lagi berarti baginya tanpa Layla. Ia memang tidak minum racun. Atau gantung diri. Atau memutus urat nadinya. Tapi ia membiarkan dirinya tenggelam dalam duka sampai napas berakhir. Tidak bunuh diri. Tapi jalannya seperti itu.

Orang-orang romantis selalu begitu: rapuh. Bukan karena romantisme mengharuskan mereka rapuh. Tapi di dalam jiwa mereka ada bias besar. Mereka punya jiwa yang halus. Tapi kehalusan itu berbaur dengan kelemahan. Dan itu bukan kombinasi yang bagus. Sebab batasnya jadi kabur. Kehalusan dan kelemahan jadi tampak sama. Qais lelaki yang halus. Sekaligus lemah.

Kombinasi begini banyak membuat orang-orang romantis jadi sangat rapuh. Apalagi saat-saat menghadapi badai kehidupan. Misalnya ketika mereka harus berpisah untuk sebuah pertempuran. Maka cinta dan perang selalu hadir sebagai momen paling melankolik bagi orang-orang romantis. Mengerikan, tapi tak terhindarkan. Berdarah-darah, tapi tak terelakkan. Itu dunia orang-orang jahat. Dan orang-orang romantis datang kesana sebagai korban.

Begitu ruang kehidupan direduksi hanya ke dalam kehidupan mereka berdua dunia tampak sangat buruk dengan perang. Tapi kehidupan punya jalannya sendiri. Ada kaidah yang mengaturnya. Dan perang adalah niscaya dalam aturan itu. Maka terbentanglah medan konflik yang rumit dalam batin mereka. Dan orang-orang romantis yang rapuh itu selalu kalah. Itu sebabnya Allah mengancam orang-orang beriman: “kalau mereka mencintai istri-istri mereka lebih dari cinta mereka pada jihad, maka Allah pasti punya urusan dengan mereka.” (QS. 9:24)

Tapi itulah persoalan inti dalam ruang cinta jiwa. Jika cinta jiwa ini berdiri sendiri, dilepas sama sekali dari misi yang lebih besar, maka jalannya memang biasanya kesana: romantisme biasanya mengharuskan mereka mereduksi kehidupan hanya ke dalam ruang kehidupan mereka berdua saja. Karena di sana dunia seluruhnya hanya damai. Di sana mereka bisa menyambunyikan kerapuhan atas nama kehalusan dan kelembutan jiwa. Itu sebabnya cinta jiwa selalu membutuhkan pelurusan dan pemaknaan dengan menyatukannya dengan cinta misi. Dari situ cinta jiwa menemukan kecerahan dan juga sumber energi. Dan hanya itu yang memungkinkan romantisme dikombinasi dengan kekuatan jiwa. Maka orang-orang romantis itu tetap dalam kehalusan jiwanya sebagai pecinta, tapi dengan kekuatan jiwa yang tidak memungkinkan mereka jadi korban karena rapuh.

Ketika kabar syahidnya syekh Abdullah Azzam disampaikan kepada istri beliau, janda itu hanya menjawab enteng, Alhamdulillah, sekarang dia mungkin sudah bersenang-senang dengan para bidadari…